TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka seluruh rekomendasi ihwal swastanisasi air ibu kota, khususnya karena masa kerja Tim Tata Kelola Air Minum telah habis. Anies diminta membuka konsultasi publik agar dapat mengetahui dan menguji seluruh rekomendasi.
"Dalam konsultasi publik, yang paling penting warga yang terdampak dan paling rentan dari rekomendasi-rekomendasi itu diajak diskusi," kata pengacara publik koalisi, Tommy Albert pada Ahad, 10 Februari 2019.
Baca: Contoh Surabaya, Ini 6 Alasan untuk Anies Tolak Swastanisasi Air
Anies Baswedan membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum melalui Keputusan Gubernur Nomor 1149 Tahun 2018 yang ditandatangani pada 10 Agustus 2018. Tim tersebut diketuai oleh Sekretaris Daerah Saefullah. Salah satu tugasnya adalah mengevaluasi kebijakan tata kelola air minum menyesuaikan Putusan Mahkamah Agung tentang penghentian kebijakan swastanisasi air. Tim itu diberikan waktu enam bulan masa kerja.
Tommy mempersilahkan Anies untuk memutuskan melanjutkan atau tidak kerja tim tersebut. Namun dia menekankan Anies agar melibatkan orang-orang yang tepat untuk memastikan political will menghentikan swastanisasi diwujudkan. "Tim Tata Kelola Air Minum atau apapun bentuknya, kembali ke political will Gubernur," kata dia.
Dalam kesempatan ini, koalisi juga kembali mendesak Anies untuk menghentikan swastanisasi air dengan memutuskan kontrak kerja sama PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Walaupun, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Kementerian Keuangan.
Baca: PK Kemenkeu Dikabulkan, Anies Tetap Mau Hentikan Swastanisasi Air
Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur yang tergabung dalam koalisi mengatakan putusan PK tidak mempengaruhi wewenang Anies untuk memutuskan kontrak. "Apakah gubernur kehilangan kewenangannya untuk mencabut kontrak? Tidak," kata dia.
Isnur mengatakan Anies Baswedan bisa saja memutuskan kontrak dengan landasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, Anies dapat berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PPU-XI/2013 yang berisi ihwal pembatasan-pembatasan pengusaan air sebagai upaya menjaga kelestarian dan keberlanjutan. Ditambah, adanya wanprestasi dari Palyja dan Aetra selama ini.
"Banyak alasan, kewenangan, dan lain-lain yang dimiliki oleh Pemprov DKI untuk menghentikan swastanisasi air, jika punya political will yang baik," kata Isnur.
Pengunjung mengambil air saat peresmian fasilitas air siap minum (drinking fountain) oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Rabu, 7 November 2018. Pembangunan drinking fountain ini juga dapat melengkapi fasilitas pendukung museum dari segi akses air minum yang sehat dan bersih bagi pengunjung. TEMPO/Muhammad Hidayat
Pengacara publik koalisi lainnya, Alghiffari Aqsa menyakini putusan PK tersebut tidak menggugurkan substansi putusan kasasi MA sebelumnya untuk menghentikan swastanisasi air. Walaupun dia mengaku belum menerima salinan putusan PK.
Keyakinan tersebut melihat argumentasi memori PK oleh Kementerian Keuangan yang justru mempermasalahkan status citizen lawsuit atau gugatan warga negara oleh koalisi. Kementerian menilai gugatan itu tidak sesuai syarat karena memasukkan Palyja dan Aetra sebagai tergugat.
"Hal-hal yang sifatnya formil dan teknis," kata Alghiffari. "Subtansi putusan di MA yang seharusnya diikuti oleh Pemerintah Daerah".
Baca: MA Kabulkan PK Soal Swastanisasi Air, Begini Kata Pihak Tergugat
MA diketahui mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Kementerian Keuangan terkait swastanisasi air di Jakarta. Putusan itu diketuk oleh hakim agung pada Jumat, 30 November 2018.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah membenarkan soal kabulnya putusan PK itu. “Kalau dalam situsnya tertera amar putusan kabul, ya berarti (permohonannya) dikabulkan,” ujarnya, Sabtu, 26 Januari 2019.
Ihwal pertimbangan hakim agung yang mengabulkan permohonan PK, Abdullah belum bisa menjelaskan. Dia mengaku belum memegang salinan putusan perkara. Begitu pun dengan koalisi yang hingga kini mengaku belum menerima salinan.
Kementerian Keuangan mengajukan PK atas putusan kasasi MA yang mengabulkan kasasi Koalisi pada 10 April 2017. Dalam amar putusan kasasi, MA menilai kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra yang berlangsung sejak 6 Juni 1997 melanggar aturan. Hakim memerintahkan para tergugat menghentikan swastanisasi air serta mengembalikan pengelolaannya kepada PAM Jaya.