Jaksa pengacara negara Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sri Astuti, membenarkan telah mengeluarkan pendapat hukum ihwal putusan Mahkamah itu. “Yang minta legal opinion itu PAM Jaya,” ujarnya.
Baca:
Soal Swastanisasi Air, Anies Diminta Beberkan Hasil Kerja Timnya
Kejaksaan kembali menyampaikan pendapat hukum serupa dalam diskusi kelompok terpumpun yang digelar Tim Evaluasi pada 27 September 2018.
Seorang anggota Tim Evaluasi menuturkan, satu opsi yang kemudian disarankan kepada Anies ialah pembelian saham Palyja dan Aetra.
Pembelian saham Palyja disebut akan menguntungkan pemerintah DKI. Sebab, bila kontrak privatisasi air dengan operator swasta berlanjut sampai 2023, PAM Jaya berpotensi berutang hingga Rp 6,79 triliun kepada Palyja.
Perkiraan utang itu berasal dari kewajiban PAM Jaya menanggung shortfall alias selisih biaya produksi dan penerimaan operator swasta. “Dengan pembelian saham itu, secara tak langsung PAM Jaya menghapus potensi utang,” katanya.
Baca:
MA Kabulkan PK Soal Swastanisasi Air, Begini Kata Pihak Tergugat
Adapun untuk Aetra, menurut anggota Tim Evaluasi, mekanisme pembelian saham tidak cocok. Sebab, Aetra memiliki utang kepada pihak lain. Utang itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah DKI bila membeli saham Aetra.
Opsi lain yang bisa ditempuh Anies Baswedan selaku gubernur, menurut anggota Tim Evaluasi itu, ialah pemutusan kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Ini seperti yang didesakkan koalisi. Namun pemutusan kontrak di tengah jalan itu berpotensi menimbulkan denda sekitar Rp 1,9 triliun. Adapun perjanjian kerja sama PAM Jaya dengan operator swasta itu baru berakhir pada 2023.