TEMPO.CO, Jakarta -Pelaksana tugas Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Joko Driyono kembali memenuhi panggilan penyidik Satuan Tugas disingkat Satgas Antimafia Sepak Bola hari ini, Kamis, 21 Februari 2019.
Joko Driyono akan diperiksa kembali sebagai tersangka kasus pengaturan skor dan perusakan barang bukti.
Baca : Joko Driyono Tak Ditahan, Polisi: Kewenangan Penyidik
Menurut pantauan Tempo, Joko tiba di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro pada Kamis pagi pukul 09.43 WIB. Ia didampingi kuasa hukumnya. Joko tak berkomentar banyak hal ketika ditanya wartawan ihwal pemeriksaannya hari ini.
"Bismillah, saya jalani," ucap Joko sembari melangkah cepat menuju ruang pemeriksaan. Adapun pemeriksaan hari ini merupakan pemeriksaan lanjutan.
Pria yang kerab disapa Jokdri itu sebelumnya diperiksa pada Senin siang, 18 Februari 2019. Pemeriksaan iti baru selesai 21 jam setelahnya.
Menurut Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Komisaris Besar Argoyuwono, penyidik mencecar Joko dengan 32 pertanyaan. Namun, ia hanya bisa menjawab 17 pertanyaan.
Argo mengatakan Joko meminta penyidik menghentikan pemeriksaan itu pada Selasa dinihari pukul 03.30 WIB. Argo mengatakan pemeriksaan dihentikan lantaran alasan kemanusiaan. Karena belum semua pertanyaan terjawab, penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Jokdri hari ini.
Simak juga :
Alasan Polisi Menduga Joko Driyono Kunci Kasus Pengaturan Skor Sepak Bola
Joko ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor dan perkara perusakan serta pencurian barang bukti. Barang bukti itu dirampas di kantor Komisi Disiplin PSSI pada 14 Februari 2019. Untuk melancarkan aksinya, Joko disinyalir menugaskan tiga anak buahnya.
Argo menjabarkan sejumlah pasal yang dapat disangkakan kepada Joko Driyono. Di antaranya Pasal 363 Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pencurian dan pemberatan. Joko juga akan dijerat Pasal 232 KUHP tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan. Selanjutnya, Pasal 233 KUHP tentang perusakan barang bukti. Lantas, Pasal 235 KUHP tentang perintah palsu untuk melakukan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 232 KUHP dan 233 KUHP.