TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, mengatakan penyakit leptospirosis telah memakan dua korban jiwa di DKI Jakarta sepanjang 2018 hingga Januari 2019. Penyakit yang disebabkan bakteri dalam urin tikus itu menyebar saat musim hujan.
Baca: Lagi, Penderita Leptospirosis Meninggal
"Kemenkes sudah membuat edaran kewaspadaan dan mendorong daerah untuk melakukan antisipasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat untuk hal-hal yang harus dilakukan," ujar Anung melalui pesan singkat, Kamis, 21 Februari 2019.
Anung menjelaskan, Jakarta menempati posisi kelima sebagai daerah dengan kasus leptopirosis terbanyak, yakni 31 kasus. Nomor satu adalah Jawa Tengah dengan 427 kasus dan meninggal 89 orang, selanjutnya Yogyakarta 186 kasus dengan 16 meninggal, Jawa Timur 128 kasus dengan 10 orang meninggal, dan Banten 104 kasus dengan 26 orang meninggal.
Ciri-ciri awal dari penyakit ini ada beberapa, antara lain demam mendadak, sakit kepala, lemah, mata memerah, kekuningan pada kulit, dan nyeri otot di betis. Anung mengimbau saat masyarakat merasakan gejala tersebut untuk segera memeriksakan dirinya ke dokter.
Selain tikus, Anung menjelaskan bakteri leptospirosis juga berasal dari urin anjing dan kucing. Bakteri tersebut tersebar melalui genangan air lalu masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang terbuka.
Baca: Jakarta Selatan Masih Aman dari Leptospirosis
Selain genangan air dan banjir, bakteri leptospirosis juga dapat ditemukan di sungai, danau, selokan, saluran air, sawah, dan lumpur. Untuk mencegah penyebaran bakteri itu, masyarakat diimbau untuk rajin mencuci kaki dan tangan dengan sabun, memakai sarung tangan dan sepatu boot saat di kebun dan sawah, serta membersihkan sarang tikus dan genangan air.