Joni menambahkan, selain memaksa menghapus foto, ia juga mendengar kata-kata bernada intimidasi terlontar dari LPI. "Kalian dari media mana? dibayar berapa? Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek gak usah," kata Joni menirukan.
Baca:
Polisi Selidiki Pelaku Kekerasan Terhadap Wartawan di Munajat 212
Kesaksian juga datang dari jurnalis dari Kompas.com, Nibras Nada Nailufar. Dia mengatakan sempat melihat rekannya dari Detik.com tertarik ke tengah kerumunan dan ditangkap oleh para laskar.
Nibras tidak tahu rekannya itu dibawa ke mana karena mengalami didorong-dorong oleh massa. Dia bahkan diikuti sampai ke halte bus koridor 13 Transjakarta. Mereka memaksa Nibras menghapus foto dari ponselnya. "Mereka maksa mau kayak megang saya," kata perempuan 25 tahun.
Massa peserta aksi malam munajat 212 melakukan shalat magrib berjamaah di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis 21 Februari 2019. Acara tersebut dihadiri ribuan massa yang hadir dari berbagai daerah khususnya jabodetabek. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Nibras menyayangkan perilaku Laskar Pembela Islam kepadanya. "Alhamdulillah saya tidak luka-luka pas dorong-dorongan itu. Tapi saya merasakan betul intimidasi mereka karena maksa merebut handphone," katanya.
Dalam keterangan resmi yang disiarkan kemudian, Aliansi Jurnalis Independen Jakarta (AJI Jakarta) mengatakan sejumlah jurnalis menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan persekusi oleh massa dari laskar Front Pembela Islam (FPI). AJI mengutuknya dan menyatakan bahwa tindakan menghapus rekaman video serta foto dari kamera wartawan adalah perbuatan melawan hukum.
Baca:
Pengakuan Wartawan Munajat 212 Diintimidasi, Dipaksa Hapus Foto
"Mereka telah menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi," tutur Asnil Bambani Amri, Ketua AJI Jakarta. Dia menambahkan, perbuatan itu bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.