TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin redaksi Detik.com Alfito Deannova mengatakan wartawannya dalam kondisi yang baik setelah mengalami kekerasan di acara Munajat 212. Jurnalis yang tertimpa dugaan kekerasan itu ialah Satria Kusuma, wartawan video yang bekerja di kanal 20Detik.com.
Alfito menyebut Satria telah menempuh jalur hukum untuk melaporkan perundungan yang dialaminya Kamis malam lalu, 21 Februari 2019. Bahkan, Satria telah dimintai keterangan oleh penyidik. "Tadi malam diperiksa di Polres Jakarta Pusat," kata Alfito dalam pesan pendeknya, Sabtu, 23 Februari 2019.
Baca: Polisi Sudah Periksa Jurnalis yang Diintimidasi di Munajat 212
Saat dihubungi Tempo, Satria membenarkan bahwa kondisinya baik. Jurnalis video yang kerap mengabadikan momen untuk peliputan-peliputan politik, ekonomi, dan megapolitan tersebut mengaku sedang beristirahat hingga dua hari ke depan.
"Mungkin Senin mulai beraktivitas lagi," kata dia.
Saat ini, Satria tengah pulang ke rumah keluarganya di Bogor. Ia mengatakan kepulangannya sekadar untuk menjelaskan peristiwa yang menimpanya kepada orang tua. Sebab, menurut Satria, orang tuanya merasa sangat khawatir.
Kejadian yang menimpa Satria bermula dari kericuhan yang terjadi akibat adanya copet di gelaran Munajat 212. Satria yang tengah mengabadikan momen kericuhan copet di dekat pintu keluar VIP, arah bundaran patung Arjuna Wiwaha, langsung dikerumuni massa.
Peserta Munajat 212 mulai memasuki kawasan Monas. TEMPO/Imam Hamdi
Sekitar pukul 20.30 WIB, Satria menerima bentuk kekerasan. Kedua tangan Satria dipegang oleh orang berpakaian putih yang diduga bagian dari Laskar Pembela Islam (LPI). Massa meminta Satria menghapus video yang sudah direkamnya. Karena dipaksa dan jumlah orang yang berkerumun semakin banyak, Satria akhirnya setuju rekaman video itu dihapus.
Satria lalu dibawa ke ruangan VIP mereka. Di dalam tenda tersebut, intimidasi terus berlanjut. Adu mulut terjadi lagi saat mereka meminta ID card Satria buat difoto. Tapi Satria bertahan. Ia memilih sekadar menunjukkan ID card tanpa mengizinkan massa memotretnya.
Di dalam ruangan yang dikerumuni belasan atau mungkin puluhan orang berpakaian putih-putih tersebut, Satria sempat dipukul dan diminta berjongkok.
Satria dilepas setelah diajak berdiskusi dengan salah satu dari mereka, yang mengaku sebagai pihak keamanan malam Munajat 212. Kebetulan pula, mereka sesama orang Bogor.
Baca: Intimidasi Wartawan di Munajat 212, Polisi Didesak Tangkap Pelaku
Insiden yang menimpa Satria ini membuat jagat media ramai. Sebab, kekerasan yang menimpa jurnalis tersebut terjadi di sela-sela aksi Munajat 212 yang salah satunya diikuti oleh peserta gerakan Persaudaraan Alumni 212.
PA 212 adalah kelompok yang mengawal kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mereka mengeluarkan fatwa bahwa Ahok menghina agama lantaran pidatonya di Kepulauan Seribu yang menukil surat Al Maidah.
Kejadian yang menimpa Satria bukan sekali terjadi. Sebelumnya, awak Detik.com, Rolando Fransiscus, juga mengalami kasus serupa. Namun dalam aksi yang berbeda. Rolando sempat dihalau massa saat memotret massa aksi 211 pada November 2018.
Kala itu, massa meminta paksa Rolando menghapus foto yang diambilnya. Massa juga memotret ID Pers dan KTP Rolando.
Pada 2016, dalam aksi serupa, jurnalis Metro TV pernah mengalami persekusi yang mirip. Tiga awak Metro TV kala itu mengalami intimidasi oleh massa aksi 212. Mereka adalah seorang juru kamera bernama Shinta Novita dan dua reporter, yaitu Aftian Siswoyo dan mendiang Rifai Pamone. Shinta dan Aftian diintimidasi di halaman Masjid Istiqlal, sementara Rifai diintimidasi di depan Gedung Sapta Pesona. Saat itu, ketiganya sempat dirundung kekerasan verbal oleh massa.
Terkait perundungan yang dialami Satria di Munajat 212, penyidik Kepolisian Resor Jakarta Pusat telah memanggilnya. Kepala Polres Jakarta Pusat Komisaris Bear Harry Kurnaiwan mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan dan belum bisa mengungkap temuannya ke publik.