Pengelola diduga telah melakukan intimidasi kepada penghuni. Salah satu penghuni bernama Wenwen mengatakan intimidasi membuat warga khawatir.
Menurut Wenwen, warga apartemen merasa pihak pengelola membatasi hak mereka untuk berkumpul dan berpendapat.
SimaK : Penegakan Pergub Rusun, Anies Beri Waktu Sampai Maret
Laporan penghuni Kalibata City ke Komnas HAM tersebut juga berdasarkan dugaan mark-up atas tagihan listrik dan air.
Wenwen mengaku ada 30 ribu penghuni apartemen Kalibata City yang dimintai tagihan empat kali dalam setahun dengan bentuk Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL). Setiap penghuni diwajibkan membayar IPL dengan jumlah berbeda, yang jika ditotal dalam setahun bisa mencapai Rp 24 miliar.
Warga Asing di Kalibata City Diawasi
Atas dugaan mark-up tersebut, pada Juni 2017, sebanyak 13 penghuni apartemen Kalibata City menggugat tiga pihak, yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa selaku pengelola, serta Badan Pengelola Kalibata City.
Hingga kini, sidang perdata itu masih berjalan dan dalam tahap duplik (jawaban tergugat).
Pada April 2018, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan megabulkan gugatan para penghuni apartemen.
Majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan meterial para penghuni apartemen. Imbasnya, para tergugat diwajibkan membayar kerugian senilai Rp 23 juta. Para tergugat diwajibkan membayar kerugian yang diajukan penghuni Apartemen Kalibata sebesar Rp 23 juta.
#3. Apartemen Graha Cempaka Mas
Konflik penghuni dan pengelola apartemen juga terjadi di Apartemen Graha Cempaka Mas, Jakarta Pusat,dengan pengembang PT Duta Pertiwi Tbk pada 2017.