TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menilai perombakan pejabat DKI oleh Gubernur DKI Anies Baswedan menimbulkan persoalan baru. Dia menarik ingatannya ke belakang dan menyamakan rotasi ini seperti perombakan wali kota di Jakarta tahun lalu.
Baca juga: Penurunan Jabatan oleh Anies Baswedan, Ketua DPRD: Dendam Politik
"Sekarang kan orang-orang yang kerja baik sudah baik bersikap. Ini kan jadi masalah baru lagi seperti pada saat perombakan wali kota di Jakarta," kata Prasetio di kantor Bawaslu DKI, Jakarta Utara, Selasa, 26 Februari 2019.
Prasetio menilai ada yang janggal dengan penurunan jabatan alias demosi pada lurah dan camat. Menurut dia, tak masalah bila demosi dilakukan atas pertimbangan kinerja yang buruk. Misalnya, kepala dinas tak mampu menyerap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Namun seperti lurah dan camat, Prasetio melihat, mereka telah bekerja dengan baik. Dia menduga, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendemosi lurah dan camat karena rasa suka dan tidak suka (like and dislike). Prasetio menyebut, Anies mengacu pada evaluasi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
"Evaluasi tim TGUPP mengawasi, hasil pengawasan ini terkena dampak daripada ini (pejabat) tidak layak. Kasian kan orang kerja bagus kok," ucap dia.
Kemarin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merotasi besar-besaran pejabat di DKI, mulai dari eselon II - IV atau di jabatan lurah, camat, wakil wali kota, hingga kepala dinas. Anies mengatakan rotasi tersebut sebagai bagian dari penyegaran di instansi.
Baca juga: Alasan Anies Baswedan Turunkan Jabatan Beberapa Eselon II-III
Sebelumnya, Anies mengubah jajaran wali kota dan bupati di lingkungan pemerintah DKI. Pada Juli 2018, Anies menempatkan pejabat baru sebagai Wali Kota Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Bupati Kepulauan Seribu.