TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho menilai masih ada yang kurang dalam Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018, disingkat Pergub Rusun, tentang Pembinaan Pengelolaan Rusun Milik.
Aturan yang ditandatangani Gubernur Anies Baswedan itu dinilai belum memberi kepastian ihwal pengelolaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasilitas sosial) di rumah susun milik dan apartemen.
Baca : Pergub Rusun Anies Digugat, TGUPP: Tak Punya Legal Standing
"Harusnya fasum dan fasos tersebut juga dimasukan dalam Pergub," kata Teguh di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Februari 2019.
Teguh berujar, Anies bisa menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman Daerah sebagai dasar untuk memasukkan pembahasan fasum fasos dalam Pergub.
Aturan itu disebut menjelaskan, pengembang pemukiman harus menyerahkan fasum fasos kepada pemerintah dalam kurun waktu satu tahun.
"Mau rumah tapak, rumah susun, itu harus diserahkan," kata Teguh.
Teguh mengatakan, semua apartemen dan rumah susun milik di Jakarta belum ada yang menyerahkan fasos fasum seperti jalan, taman, gedung pertemuan, tempat parkir dan pengelolaan sampah. Akibatnya, fasilitas-fasilitas itu kerap digunakan oleh pengelola atau pengurus apartemen untuk mencari keuntungan sendiri.
"Misalkan ada taman, disewakan untuk pesta pernikahan," kata Teguh.
Selain ajang untuk mencari keuntungan, fasum fasos yang dikelola oleh pengurus apartemen akan membenani penghuni. Biaya pengelolaan fasilitas tersebut akan dibebankan pada Iuran Pengelolaan Apartemen (IPL) untuk penghuni.
"Kalau pemerintah yang mengelola biaya akan dibebankan pada pemerintah, beban penghuni seharusnya berkurang," kata dia.
Teguh menambahkan, Pergub tersebut juga tidak mengatur bagaimana menerapkan tarif air dan listrik yang harus dibayar penghuni. Menurut dia, pengelola apartemen banyak yang menetapkan sendiri biaya untuk air dan listrik kepada penghuni.
"Kalau yang pakai token, tokennya itu lebih mahal dari token PLN. Kalau yang pakai tarif dasar, tarif dasarnya lebih tinggi dari pada PLN," kata Teguh.
Simak pula :
Anies Baswedan Soal Pergub Rusun Milik Digugat ke MA: Ini Lebih Beradab
Walau demikian, Teguh mengapresiasi keluarnya Pergub tersebut. Khususnya dalam mencegah kecurangan dari para pengembang dalam pemilihan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Pergub Anies itu mengatur mekanisme pemilihan pengurus P3SRS melalui sistem one man one vote.
"Dengan Pergub Rusun ini, maka orang yang punya satu atau punya seratus unit haknya sama, satu suara," ujar Teguh. Sebelumnya, kecurangan pengembang dalam P3SRS kembali mengemuka setelah Anies Baswedan mendatangi Apartemen Lavande pada 18 Februari lalu. Ia menerima keluhan dari penghuni seperti adanya kenaikan IPL hingga tiga kali setahun.