TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mempertanyakan dakwaan dalam sidang Ratna Sarumpaet soal unsur keonaran terkait pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sorotan itu bisa berujung dakwaan bakal obscurr atau kabur.
Pasal itu yang mengatur tentang barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Baca : Penyebab Pengamat Hukum Pidana Sebut Dakwaan Ratna Sarumpaet Bisa Kabur
Namun kata Fickar untuk unsur keonaran yang diatur dalam Pasal 14 1946 tersebut tidak terjadi secara fisik. Hanya sebatas kegaduhan lantaran viral di sosial media. "Unsur meberbitkan keonaran secara fisik tidak terjadi keonaran," katanya.
Fickar menyebutkan hal ini yang harus dibuktikan dalam persidangan dengan melalui alat bukti, keterangan saksi, ahli hingga keterangan terdakwa nantinya agar dakwaan ini tidak menjadi obscuur.
Ratna Sarumpaet melalui penasehat hukumnya, Desmihardi, menyatakan akan menyiapkan eksepsi atau pembelaan. “Kami akan melihat soal penerapan dari Pasal UU Nomor 1 tahun 1946 dalam kasus Bu Ratna,” ujar dia. Eksepsi tersebut rencananya dibacakan pada sidang lanjutan Ratna Sarumpaet pada Rabu, 6 Maret 2019 mendatang.
Simak pula :
Cerita Jaksa Soal Awal Mula Kebohongan Ratna Sarumpaet
Fickar Hadjar sebelumnya menilai bahwa dakwaan yang diberikan jaksa penuntut umum kepada terdakwa Ratna Sarumpaet dalam kasus penyebaran hoax bisa menjadi obscuur atau kabur.
Hal tersebut disampaikan Fickar lantaran unsur dalam pasal dakwaan terhadap Ratna Sarumpaet tersebut tidak terjadi dan bersifat abstrak. Seperti unsur menimbulkan kebencian pada masyarakat pada pasal 28 ayat 2 UU Informasi Transaksi Elektrornik yang bersifat tidak jelas, abtrak.