TEMPO.CO, Jakarta – Pengacara Ratna Sarumpaet, Desmihardi, mempertanyakan bentuk keonaran yang tercantum dalam surat dakwaan. Sebab Desmihardi menilai cuitan para tokoh tentang penganiayaan Ratna tidak bisa disebut keonaran. Begitu juga dengan konferensi pers yang digelar Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada 2 Oktober 2018.
Baca: Sidang Ratna Sarumpaet, JPU: Kebohongannya Menyebabkan Kekacauan
“Itu bukan kerusuhan, keributan, atau keonaran,” ujar Desmihardi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret 2019. Untuk itu ia mempertanyakan penggunaan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong untuk membuat keonaran.
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Desmihardi, keonaran yang dimaksud dalam Pasal 14 itu berarti kegemparan, keributan, dan kerusuhan. Ketiga makna itu tak muncul dalam kebohongan yang dibuat Ratna.
“Kerusuhan yang dimaksud keonaran dalam Pasal itu seperti yang pernah terjadi pada Mei 1997, kerusuhan Malari, kerusuhan 27 Juli 1996, atau kerusuhan di kantor DPRD Medan, kerusuhan Sampang, kerusuhan Tanjung Priok, dan kerusuhan lain yang pada umumnya memerlukan tindakan kepolisian untuk menghentikannya,” kata Desmihardi.
Ditemui seusai persidangan, jaksa Payaman tetap meyakini kebohongan yang dibuta Ratna Sarumpaet telah menciptakan keonaran. Ia akan menyampaikan bukti-bukti itu pada sidang 12 Maret 2019. “Tentu kami sangat yakin (ada keonaran). Tentang materi yang akan kami tanggapi nanti disampaikan di sidang berikutnya,” ucap Payaman.
Ratna diduga menyebar berita bohong tentang penganiayaannya. Dia mengaku menjadi korban penganiayaan sehingga wajahnya babak belur. Sejumlah tokoh bereaksi. Bahkan Prabowo Subianto secara khusus menggelar jumpa pers untuk meminta polisi mengusut kasus ini hingga tuntas.
Baca: Sidang Kasus Hoax, Begini Ratna Sarumpaet Mengaku Bersalah
Belakangan diketahui, wajah Ratna Sarumpaet yang babak belur bukan disebabkan penganiayaan melainkan efek dari operasi plastik. Ratna telah mengaku dirinya berbohong atas kabar penganiayaan itu.