TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta William Yani menyampaikan kritik dan mengungkap kejanggalan atas perombakan atau rotasi pejabat DKI yang dilakukan oleh Gubernur Anies Baswedan. Ia menyebut perombakan dilakukan tanpa tes.
William membandingkan perombakan pejabat oleh Anies dengan gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Ahok pernah 1.300 pejabat tapi pakai lelang loh, resmi, transparan. Baru kali ini tidak ada tes," kata William di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2019.
Baca: Demosi Lurah dan Camat, Anies Baswedan Disebut Langgar Aturan
Menurut William, tes sebelum rotasi itu khususnya dilakukan untuk pimpinan eselon I dan pimpinan tinggi pratama atau eselon II. Sementara untuk pejabat eselon III atau setingkat camat dan eselon IV atau setara dengan lurah tak ada kebijakan yang mengatur harus mengikuti tes.
Tanpa tes, William menganggap, Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) DKI membahas atau menilai satu per satu 1.125 pejabat yang kena rotasi. Dia mempertanyakan lamanya waktu yang diperlukan untuk mendiskusikan kelayakan pejabat duduk di kursi baru.
Padahal, pelantikan yang semula dijadwalkan berlangsung 11 Februari mundur jadi 25 Februari. "Karena dari logika kita 1.125 melakukan penelitian potret dirinya membutuhkan waktu cukup lama dan datanya sudah lengkap," kata William.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melantik wali kota Jakarta, Bupati Kepulauan Seribu, dan pejabat tinggi DKI di Balai Kota Jakarta, 5 Juli 2018. Tempo/Amston Probel
Komisi A DPRD menggelar rapat dengan pemerintah DKI sehubungan dengan perombakan pejabat pada 25 Februari lalu. Rapat ini fokus membahas demosi terhadap lurah dan camat. William mengklaim menerima aduan dari beberapa lurah dan camat.
Aduan itu bahwa rotasi 1.125 pejabat didasarkan pada subjektivitas pimpinan. Buktinya, si pengadu tak mengetahui posisi barunya sesudah demosi. William merahasiakan identitas pejabat yang dimaksud.
Adapun anggota dewan merasa pemerintah tak memberikan jawaban yang memuaskan. Karena itu, Komisi A menunggu surat resmi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) berisikan alasan demosi.
Baca: DPRD Pertimbangkan Bentuk Pansus Terkait Perombakan Pejabat DKI
Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah DKI Jakarta Artal Reswan W Soewardjo mengatakan bahwa tak ada pelanggaran dalam rotasi tersebut. Rotasi itu, menurut dia, telah dilakukan sesuai aturan. "Enggak mungkin kita melakukan evaluasi...merotasi itu tidak ada alasan, apalagi ada unsur politis. Saya pastikan itu tidak ada," kata dia.
Adapun usai melakukan pelantikan 1.125 pejabat kala itu, Anies menerangkan bahwa rotasi tersebut merupakan bentuk penyegaran di instansinya. "Sehingga tidak hanya bekerja di sektor-sektor, di tempat-tempat yang sama, tapi ada pengalaman baru," ujarnya.
Selain itu, Anies menyampaikan bahwa rotasi pejabat DKI dilakukan berdasarkan penilaian kinerja. Menurut dia, para pejabat yang tidak mencapai target program kerja dan serapan anggaran telah diberi surat peringatan. Bahkan, para pejabat itu juga telah dibuatkan berita acara pemeriksaan seputar kinerjanya sebelum didemosi. “Jadi bukan sesuatu yang mereka tidak tahu,” kata dia.