TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menolak rotasi pejabat DKI dianggap bermuatan politis. Dia menegaskan mutasi pejabat adalah sesuatu yang wajar.
Baca: Tak Terima Laporan Jual Beli Jabatan, Anies: Hanya Keluh Kesah
Anies memastikan, rotasi ataupun penurunan jabatan alias demosi berjalan melalui proses, bukan karena faktor suka-tak suka.
"Ini dijalankan lewat proses yang hati-hati dan panjang," kata Anies di SDN Pondok Labu 01 Pagi, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Maret 2019.
Anies menganggap hanya orang-orang berpikiran politis saja yang bakal melihat proses perombakan pejabat DKI dari aspek politis. Dia berujar, cara kerja politikus memang seperti itu.
"Jangan kotori birokrasi ini yang normal ini dengan pikiran-pikiran seperti itu. Kita jaga baik-baik," ujar dia.
Anies menanggapi dugaan Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI bahwa rotasi pejabat di era Anies sarat pelanggaran. Wakil Ketua Komisi A William Yani menyatakan menerima aduan dari lurah dan camat ihwal subjektivitas pimpinan dalam rotasi pejabat.
Menurut dia, lurah dan camat yang bercerita kepadanya tak mengetahui jabatan baru setelah demosi. Bahkan, informasi jabatan itu tak tertera dalam surat undangan pelantikan.
Karena itulah, Komisi A bakal membuat surat resmi untuk Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Anggota dewan juga mempertimbangkan membentuk panitia khusus (pansus) guna menyelidiki perombakan pejabat DKI.
Baca: DPRD Ungkap Kejanggalan Rotasi Pejabat DKI di Era Anies
Anies sebelumnya merotasi 1.125 pejabat di DKI, mulai dari eselon II, III dan IV atau di jabatan lurah, camat, wakil wali kota, hingga kepala dinas. Anies mengatakan rotasi pejabat DKI itu sebagai bagian dari penyegaran di instansi. Beberapa pejabat mengalami demosi. Ada juga yang dipromosikan.