TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah melakukan perhitungan yang komprehensif dalam proses penggodokan tarif kereta Mass Rapid Transit disingkat MRT Jakarta dan Light Rail Transit (LRT) Jakarta.
Beberapa aspek yang YLKI minta pemerintah benar-benar matangkan sebelum penentuan tarif adalah perhitungan kemampuan membayar masyarakat, data pengguna, serta tujuan para pengguna MRT dan LRT.
Baca : Uji Coba MRT, Warga Berharap MRT Jakarta Terus Bersih dan Nyaman
"Tanpa memperhitungkan aspek kemampuan membayar konsumen, maka MRT Jakarta akan ditinggal konsumennya, alias tidak laku," ujar Tulus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 16 Maret 2019.
Sejauh ini, usulan tarif dari Pemprov DKI kepada DPRD Jakarta untuk kedua moda itu adalah Rp 10 ribu dan Rp 6 ribu. Menurut Tulus, besaran tarif itu akan masuk akal jika tujuannya adalah faktor kenyamanan dan efisiensi waktu tempuh para penumpang. Namun di sisi lain, besaran tarif itu menyisakan beban subsidi yang tak kecil, yakni sekitar 60 persen per penumpang.
Tulus merinci, dengan usulan tarif Rp 10 ribu per penumpang maka subsidinya sebesar Rp 21.659. Sedangkan untuk LRT, dengan tarif Rp 6 ribu subsidinya akan mencapai Rp 31.659. Dengan asumsi 65 ribu penumpang per hari, maka total subsidi MRT mencapai Rp 572 miliar per tahun dan Rp 327 miliar untuk LRT.
Warga datang ke Stasiun Bundaran HI untuk uji coba MRT Jakarta pada Sabtu 16 Maret 2019. Tempo/Imam Hamdi
Melihat besarnya subsidi itu, Tulus meminta managemen MRT memikirkan sumber pemasukan selain dari tiket. Sebab, pendapatan dari tiket ia nilai tak akan mampu menutup keseluruhan biaya operasional dan apalagi investasi.
Beberapa rekomendasi sumber pendapatan non-tiket antara lain dari sewa lahan, bisnis di area TOD, dan promosi/iklan. "Asal jangan iklan produk tembakau, alias iklan rokok," kata Tulus.
Simak pula :
Suara YLKI dan DPRD DKI Soal Tarik Ulur Tarif MRT dan LRT Jakarta
Selain itu, untuk memaksimalkan jumlah penumpang yang dapat terserap di MRT dan LRT, Tulus meminta Pemprov DKI untuk melakukan rekayasa lalu lintas, seperti dengan melakukan rerouting angkutan umum dan memperbanyak bus feeder Transjakarta.
MRT Jakarta dan LRT Jakarta rencananya akan mulai beroperasi untuk komersial pada akhir Maret 2019. Menjelang pengoperasian itu, DRPD Jakarta tengah menggodok besaran tarif kedua moda tersebut. Wakil Ketua DPRD Jakarta Muhamad Taufik optimistis dewan sudah akan memutuskan tarif sebelum akhir bulan Maret 2019.