"Kalau di stasiun ada yang diatur oleh polisi dimana yang boleh dan tidak boleh berhenti, tapi masih ada saja yang berhenti disitu, kadang penumpang juga minta di jemput di sana kalau tidak dituruti malah di cancel," ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pengemudi ojek online Grab lainnya, Firmansyah. Menurut dia tidak tertaturnya ojek online berhenti sudah menjadi budaya transportasi di Jakarta.
Firmansyah pesimistis jika aturan baru Kemenhub tersebut akan terrealisasi dengan baik. "Ini bukan soal aturan, ini sudah jadi budaya transportasi bukan hanya karena ojek online saja kalau kita bicara soal kemacetan," ujarnya dalam logat Betawi.
Namun Firmansyah tetap mendukung upaya pemerintah tersebut, terutama mambangun Shelter bagi ojek online di tempat tempat keramaian khusunya.
Menurut pengemudi Go Jek, Prayitno aturan pemberhetian ojek online tersebut perlu. Dia pun mengakui jika pemberhetian ojek online terutama yang nge-tem menimbulkan kemacetan. "Kalau yang negtem-ngetem itu kadang menyebabkan macet," ujarnya.
Hal ini kata Prayitno lantaran tidak ada tempat pemberhentian yang ditentukan. "Karena tidak ada tempat tempat berhenti itu, jadi asal berhenti jadinya," ujarnya.
Simak juga :
Pengemudi Ojek Online Berharap MRT Sediakan Shelter di Stasiun
Dalam Permen tersebut pemerintah mewajibkan kepada perusahaan aplikasi menyediakan shelter sebagai lokasi menaikkan dan menurunkan penumpang dan mengawasi pengemudi masing-masing dalam hal kepatuhan dan keselamatan berlalu lintas.
Secara umum, ada lima aspek yang harus dipenuhi oleh d pengemudi ojek dan perusahaan aplikasi ojek online dalam Permen Nomor 12 Tahun 2019, yaitu keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.