TEMPO.CO, Jakarta - Naturalisasi sungai yang diinginkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi sorotan. Sebabnya, Anies yang tak kunjung menjelaskan detil konsepnya itu untuk mengatasi banjir di Ibu Kota.
Baca:
Menteri PUPR Masalahkan Naturalisasi Sungai, DPRD Bela Anies
Itu setidaknya menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan jajarannya. Anies telah menyanggahnya. Menurutnya komunikasi dan kerja bareng untuk naturalisasi sungai seperti yang diinginkannya sudah bergulir di lapangan. Meski dia juga menolak menjelaskan lebih spesifik.
Anies mencetuskan program naturalisasi sungai sejak masa kampanye Pilkada DKI 2017 lalu. Intinya, Anies menginginkan sungai-sungai di Jakarta ditata secara alamiah ketimbang dibuatkan beton permanen seperti pada proyek normalisasi sungai.
Normalisasi sungai yang dilakukan selama ini dianggap hanya mempercepat air mengalir ke laut. Anies ingin penataan yang lebih ideal: air tidak cepat terbuang ke laut, tapi tidak menyebabkan banjir.
Baca:
Soal Naturalisasi Sungai, Anies: Jangan Adu Saya dengan Basuki
Anies mengusulkan agar tepian sungai dibuat berundak-undak dengan dinding penahan dari tanah atau batu kali. Agar kokoh, tanggul "alamiah" itu tinggal ditanami pohon pengikat tanah. Tapi, realisasinya memang belum terlihat atau, setidaknya, Anies belum menunjukkan lokasi contoh konsep naturalisasi yang dimaksud.
Pemandangan saat banjir di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, 15 Februari 2018. Hujan lebat dengan intensitas tinggi yang mengguyur Jakarta sejak pagi hari mengakibatkan sejumlah wilayah di ibukota itu terendam banjir. ANTARA/Rivan Awal Lingga
Sementara itu Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane telah sejak awal memastikan konsep itu tak realistis untuk kebanyakan aliran sungai di Jakarta. Penegasan itu diulangi kembali pekan ini. "Tak bisa memaksakan naturalisasi di sungai yang lebarnya sempit," kata Kepala BBWSCC Bambang Hidayah.
Berikut ini dua kendala yang dinilai harus dihadapi Anies kalau ingin merealisasikan konsep naturalisasi sungai,
1. Naturalisasi membutuhkan lahan luas, faktanya banyak aliran sungai di Jakarta sempit
Menurut Kepala BBWSCC Bambang Hidayah, naturalisasi membutuhkan lahan yang cukup luas. Padahal, lahan di sekitar aliran sungai di Ibu Kota telah banyak yang berubah menjadi kawasan permukiman dan perkantoran. BBWSCC telah menyatakan sejak akhir tahun lalu akan tetap melakukan normalisasi dengan membuat tanggul beton di pinggir-pinggir sungai karena alasan keterbatasan lahan tersebut. Normalisasi disebutnya sanggup mengembalikan lebar sungai menjadi 35-50 meter. “Karena kami memanfaatkan space yang kecil itulah kami membangun turap (sheet pile),” tutur Bambang pada 3 Oktober 2018.
Baca:
BBWSCC: Teknis Konsep Naturalisasi Sungai Anies Belum Jelas
2. Terkendala pembebasan lahan, faktanya untuk normalisasi sungai saja sudah cukup terhambat
Satu alasan tidak dimasukkannya program naturalisasi sungai ala Anies ke APBN 2019 karena belum ada progres signifikan dalam pembebasan lahan. Kendala ini dihadapi untuk rencana penataan di Sungai Ciliwung sepanjang 19 kilometer, Kali Sunter 12 kilometer, dan Kali Pesanggarahan 21,8 kilometer. Masing-masing perlu membebaskan 200-an hingga 500-an bidang lahan. "Pembebasan lahannya memang lama," kata Bambang, 6 November 2018.