TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono penuhi panggilan pemeriksaan Satgas Antimafia Sepak Bola di Polda Metro Jaya hari ini. Joko diperiksa terkait kasus perusakan barang bukti pengaturan skor pertandingan bola.
Baca: Ini Alasan Polisi Tak Menahan Joko Driyono
"Agenda hari ini masih sama persis dengan kemarin, mengkonfirmasi bukti-bukti mengecek aliran uang," ujar penasehat hukum Joko, Andru Bimasetta, di Polda Metro Jaya, Senin 25 Maret 2019.
Dalam pemeriksaan hari ini Joko Driyono sudah dua kali tidak memenuhi panggilan Satgas Antimafia Bola dengan dengan alasan pekerjaan. Polisi sudah berencana untuk melakukan panggilan paksa jika Joko Driyono tidak juga memenuhi pemeriksaan hari ini.
Andru membenarkan Joko Driyono tidak memenuhi panggilan pemeriksaan pekan lalu lantaran alasan pekerjaan. Menurut dia hal tersebut juga telah disampaikan kepada kepolisian dalam surat permohonan untuk menjadwalkan ulang agenda pemeriksaan.
"Jadi sebenarnya bukan tiba-tiba nggak hadir, tetapi karena sudah memohon. Kami sudah mengajukan surat permohonan sejak hari Jumat," ujarnya.
Menurut Andru ada sejumlah urusan keluarga dan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh Joko Driyono. "Alasannya ada dua, pertama keluarga, kedua pekerjaan," ujarnya.
Menurut Ketua Tim Media Satgas Antimafia Sepak Bola Komisaris Besar Argo Yuwono sebelumnya menyampaikan pemeriksaan Joko yang kelima ini masih seputar pendalaman ihwal barang bukti yang didapat penyidik dalam kasus perusakan sejumlah dokumen.
Dalam perkara ini Joko Driyono disangkakan dengan sejumlah pasal yaitu, Pasal 363 Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pencurian dan pemberatan. Pelaksana tugas Ketua Umum PSSI ini juga akan dijerat Pasal 232 KUHP tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan.
Baca: Sempat Mangkir, Joko Driyono Kembali Dipanggil Polisi Besok
Joko Driyono juga dijerat Pasal 233 KUHP tentang perusakan barang bukti kasus mafia bola dan pengaturan skor sepak bola. Polisi juga menganggap Joko melanggar Pasal 235 KUHP tentang perintah palsu untuk melakukan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 232 KUHP dan 233 KUHP.