Sependapat dengan Gembong, Bestari menganggap, pemda harus membuat tabel baru dengan asumsi tarif Rp 8.500. Sebab, angka Rp 8.500 dan Rp 10 ribu tidaklah sama. Dia heran dengan pernyataan Prasetio bahwa keputusan rapimgab sama dengan usulan pemda. Padahal, dari usulan pemda, ada tarif minimal Rp 3 ribu dan maksimal 14 ribu.
"Hasil rapimgab-nya Rp 8500, ya tabel itu sesuaikan dengan Rp 8500 ini. Bukan kemudian Rp 8500 jadi menyesuaikan dengan tabel itu kemudian menjadi naik ke Rp 14 ribu," dia menjelaskan.
Baca juga :
Anies Baswedan Sebut Penetapan Tarif MRT Sah, Ini Argumennya
Sementara itu, Ketua Komisi C Bidang Keuangan DPRD Santoso mengaku ada mispersepsi soal nilai tarif MRT sehingga memutuskan merevisi kembali keputusan yang pernah dibuat.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengumumkan tarif MRT baru usai renegosiasi di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Selasa, 26 Maret 2019. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Santoso berdalih dirinya dan anggota Komisi C berpikir bahwa usulan tarif dari pemerintah DKI adalah nilai flat atau tetap sepanjang 15,7 kilometer rute MRT.
Pemikiran itu disebutnya masih melekat di benak seluruh anggota dewan saat rapat pimpinan gabungan pada Senin, 25 Maret 2019. "Kami juga pikirnya tarif itu flat, jauh dekat Rp 10 ribu," kata Santoso saat ditemui Tempo di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 26 Maret 2019.
Pemahaman Prasetio pun berbeda. Politikus PDIP ini telah mengetok tarif MRT sebesar Rp 8.500 per 10 kilometer. Dia tak merinci seperti apa hitung-hitungannya.
Prasetio memastikan putusan dewan itu ternyata sama seperti perhitungan pemda setelah Gubernur DKI Anies Baswedan memberi penjelasan. Anies menyambangi kantor Prasetio di lantai 10 Gedung DPRD DKI satu hari setelah rapimgab pada Selasa, 26 Maret 2019.
Simak pula :
Fraksi NasDem DPRD DKI Minta Skema Tarif MRT Dijabarkan
"Tidak ada (perubahan). Sebenarnya sama," ucap Prasetio, Selasa, 26 Maret 2019.
Besaran tarif MRT tidak sah dipungut ke publik sebelum Anies mengeluarkan kebijakan. Sekretaris Daerah DKI Saefullah menyebut, kebijakan itu berupa keputusan gubernur.