TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi membantah dirinya melakukan keputusan sepihak dalam penetapan tarif MRT. Menurut Prasetio, dirinya telah mengundang anggota Dewan yang lain, termasuk Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik dan Ketua Fraksi Partai NasDem Bestari Barus, namun mereka tidak hadir dalam rapat.
Baca juga: Senin Beroperasi Komersial, MRT Klaim Semua Fasilitas Siap
"Mereka tidak datang. Ini kan proses supaya ini jalan, bukan berarti eksekusi saya sendiri," kata Prasetio di kawasan Karang Anyar, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Sabtu, 30 Maret 2019.
Menurut Prasetio, pertemuan antara dirinya dan Gubernur DKI Anies Baswedan merupakan rapat pimpinan gabungan (rapimgab) guna membahas tarif MRT. Rapat itu berlangsung di ruang kerja Prasetio, lantai 10 Gedung DPRD pada Selasa, 26 Maret 2019.
Dalam pertemauan itu mereka sepakat besaran tarif MRT sesuai usulan Pemerintah DKI Jakarta, yakni rata-rata Rp 10 ribu. Itu artinya, tarif MRT bergantung pada jarak tempuh dengan angka terendah Rp 3 ribu dan tertinggi Rp 14 ribu.
Padahal, sehari sebelumnya rapimgab Dewan sepakat nilai tarif kereta bawah tanah itu Rp 8.500 per 10 kilometer. Bestari Barus bersikukuh kesepakatan dalam rapimgab tak bisa diubah begitu saja. Bahkan, dia menganggap kesepakatan Anies dan Prasetio tidak sah.
"Kesepakatan itu ilegal," ucap Bestari. "Saya tidak memberikan kewenangan kepada Pak Pras untuk mewakili kami kemudian secara sendiri bersepakat," ujar dia.
Baca juga: Tarif MRT Diributkan, Fraksi NasDem: Kapan Ketua DPRD Penentunya?
Mohamad Taufik menilai tarif yang disepakati Anies dan Prasetio belum legal. Sebab kesepatan itu tiak diputuskan melalui rapimgab. Dia meminta Dewan kembali menggelar rapimgab penetapan tarif MRT.