TEMPO.CO, Jakarta -Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mencurigai anggota DPRD DKI Jakarta yang tak melaporkan harta kekayaannya.
Adnan menyebut ada kemungkinan anggota dewan takut tak bisa mempertanggung jawabkan asal usul hartanya.
Baca : KPK Sebut Tak Sampai Separoh Anggota DPRD DKI Isi LHKPN, Kenapa?
"Bisa jadi karena hartanya banyak tapi darimana dapatnya tidak bisa dijelaskan," kata Adnan saat dihubungi, Senin, 1 April 2019.
Adnan menilai, selama ini anggota dewan tak tertib administrasi. Karena itu, mereka kesulitan mengumpulkan berkas yang diperlukan sebagai syarat penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Secara umum, lanjut Adnan, pelaporan LHKPN oleh legislatif jauh lebih rendah ketimbang eksekutif. Ini telah menjadi persoalan menahun. Sebab, tak ada konsekuensi bagi pejabat publik yang tak melaporkan harta kekayaannya.
Padahal, Adnan berujar, LHKPN merupakan salah satu instrumen untuk mengendus praktik korupsi. Bila dewan melaporkan LHKPN secara periodik, maka KPK bakal mengetahui apakah nilai harta dewan bertambah signifikan.
"Kalau bertambah secara signifikan bisa menjadi catatan khusus untuk kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah memang kenaikan itu karena cara yang sah atau karena hal-hal yang mencurigakan," jelas dia.
Simak juga :
DPRD DKI Akan Setujui Pemberian PMD Pam Jaya, Ini Syaratnya
Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, 50 anggota DPRD DKI Jakarta telah melaporkan harta kekayannya. Data itu tercatat per hari terakhir pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kemarin, 31 Maret 2019.
Angka ini tak sampai separuh dari jumlah anggota DPRD DKI yang wajib melaporkan LHKPN. Total anggota DPRD DKI sebanyak 106 orang dari 10 partai politik. KPK memberikan batas waktu penyerahan LHKPN terakhir pada 31 Maret.