TEMPO.CO, Bogor – Terpidana kasus UU ITE, Buni Yani mengaku kecewa karena hingga kini dirinya tidak memiliki hak melakukan pencoblosan pada pemilu 17 April 2019.
Baca juga: Libur Panjang Pasca Pencoblosan, KAI Tambah 11 KA ke Tujuan Ini
Melalui surat bernada protes tertanggal 15 April 2017 yang ditulis di balik jeruji Lapas Gunung Sindur, Buni Yani menyatakan kecewa dengan pola koordinasi antara KPU dengan instansi terkait, yakni Kemenkumham.
“Sampai H-2 pemilu saya dan sebagian besar tahanan tidak jelas apakah bisa ikut nyoblos atau tidak, padahal saya sudah 2,5 bulan ditahan,” kata Buni dalam suratnya yang diterima Tempo, Selasa, 16 April 2019.
Dalam surat itu, Buni Yani mengatakan, dari sekitar kurang lebih 1100 tahanan yang ada di Lapas Gunung Sindur, hanya 400 orang tahanan yang mempunyai hak pilih.
“Sebegitu burukkah koordinasi antara KPU dan instansi menyangkut hak pilih warga negara yang dijamin konstitusi ini,” ucap Buni.
Diakhir surat Buni berharap pihak terkait dapat bisa menyelesaikan kasus ini, “Masih ada waktu, petugas harus kerja keras menjamin hak konstitusional warga negara,” tulis Buni.
Kepala Lapas Gunung Sindur, Sopiana, membenarkan hal tersebut. Dirinya pun mempertanyakan hal tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum terkait tidak terdaftarnya beberapa warga binaan di DPT.
“Jadi beberapa minggu lalu, seluruh lapas dan rutan se-Indonesia melakukan perekaman e-KTP warga binaan terkait penjaminan hak konstitusional warga binaan,” kata Sopiana dikonfirmasi Tempo.
Baca juga: Anies Bakal Mencoblos TPS 60 Cilandak Barat, Begini Suasananya
Namun, ujar Sopiana, setelah data hasil perekaman tersebut dikirimkan ke KPU hanya sebagian yang dijadikan Daftar Pemilih Tetap. “Yang jelas kami sudah memfasilitasi (termasuk Buni Yani), ketika data yang kita kirimkan seribu lebih yang keluar hanya 400 (DPT) ya kewenangannya ada di KPU, kami hanya memfasilitasi,” kata Sopiana.