TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu Jakarta Timur menyelidiki dua kasus dugaan politik uang yang dilakukan calon anggota legislatif di masa tenang pemilu 2019.
"Di dua temuan tersebut kami menyita barang bukti berupa uang yang diduga akan dibagikan untuk serangan fajar," kata Komisioner Bawaslu Jakarta Timur Ahmad Syarifudin Fajar saat ditemui di kantornya, Rabu, 24 April 2019.
Baca: Bawaslu DKI Sita 600 Boks Popmie Diduga Serangan Fajar Pemilu
Kasus pertama, kata Ahmad, terjadi di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur. Pengawas mendapatkan laporan adanya pembagian uang setelah subuh pada 17 April lalu.
Saat itu, pengawas langsung menelusuri dan menemukan uang yang diduga sisa dari serangan fajar sebesar Rp 1,5 juta. Uang tersebut terbagi dalam pecahan Rp 100 ribu di beberapa amplop. "Temuan ini hasil dari laporan ketua RW setempat," ujarnya.
Uang tersebut, kata Ahmad, telah diterima oleh Ketua RT dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk dibagikan kepada warga. Bawaslu telah memeriksa enam orang terkait dugaan money politic di kawasan Lubang Buaya itu. "Uang serangan fajar ini diduga dari caleg DPR RI dan DPRD DKI dapil empat dari PPP," ujarnya.
Baca: Politik Uang - Serangan Fajar Warnai Pemilu 2019 Sumatera Utara
Sedangkan kasus politik uang kedua ditemukan di Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, pada Selasa malam, 16 April 2019. Pengawas, kata Ahmad, menemukan uang bernilai puluhan juta rupiah yang diduga akan digunakan untuk serangan fajar oleh tim sukses caleg DPRD DKI dari PKB.
"Bahkan, uang yang kami amankan itu merupakan sisa. Sebagian besarnya diduga sudah dibagikan ke warga," kata Ahmad. "Dua orang saksi telah kami periksa."
Menurut Ahmad, penanganan kasus ini berjalan lambat karena Bawaslu kesulitan untuk bertemu dengan jaksa untuk membahas masalah ini. Sebab, pelanggaran pidana ini harus dibahas di sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan pihak kejaksaan dan kepolisian. "Sudah beberapa kali kami ajak untuk mendiskusikan masalah ini, tapi jaksanya selalu berhalangan hadir. Jadi tertunda terus," ujarnya.
Tim di sentra Gakkumdu, kata Ahmad, hanya mempunyai waktu dua kali tujuh hari untuk meneruskan kasus ini ke tingkat penyidikan. "Ini sudah tujuh hari pertama. Dan masih bisa diperpanjang tujuh hari lagi penyelidikannya," ujarnya.
Ahmad menuturkan bagi peserta Pemilu, pelaksana dan tim kampanye melakukan politik uang pada masa tenang bisa dikenakan sanksi pidana dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 36 juta. Hal itu tertuang di dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 pasal 523 ayat 2.
Sedangkan, bagi peserta pemilu, pelaksana dan tim kampanye melakukan politik uang yang melakukan pelanggaran politik uang pada hari pencoblosan dikenakan pasal 503 ayat 3 dengan ancaman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 46 juta. "Dua kasus money politic ini akan kami proses karena sudah ada barang buktinya," kata Ahmad.