TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan tarif mendapat tanggapan beragam dari pengguna jasa ojek online. Kenaikan tarif tersebut mulai diberlakukan sejak 1 Mei 2019.
Seorang pengguna jasa ojek online, Ariyadita, 23 tahun, mengaku bisa menerima kenaikan tarif tersebut. Dia menilai selama ini tarif memang terlalu rendah. "Kasihan juga sopirnya kalau tarifnya rendah," kata Aryadita saat ditemui di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kamis 2 Mei 2019.
Aryadita mengaku menjadikan ojek online sebagai alat transportasi utamanya untuk bekerja. Ia sering menggunakan ojek online dari rumahnya di kawasan Halim, Jakarta Timur, ke Stasiun Duren Kalibata.
Sebelum adanya kenaikan tarif, biaya perjalanan ojek online dari Halim ke Stasiun Duren Kalibata Rp 12 ribu. Namun, sejak Rabu lalu naik menjadi Rp 15 ribu. "Menurut saya kenaikannya masih terjangkau," kata dia.
Menurut dia, kenaikan itu juga masih jauh lebih murah dibandingkan tarif ojek pangkalan. "Kalau naik opang saya kena Rp 35 ribu ke stasiun," ujarnya menambahkan.
Pengguna jasa ojek online lainnya, Estyana Lyhaw, mengaku kenaikan tarif ojek online cukup membebani. Perempuan berusia 28 tahun ini biasa memanfaatkan ojek online untuk perjalanan dari rumahnya di kawasan Krukut, Depok, menuju kantornya di Graha Oleos, T.B. Simatupang, Jakarta Selatan.
Sebelum adanya kenaikan tarif, untuk rute tersebut hanya dikenakan Rp 20 ribu. Setelah tarif naik, rute tersebut kini mematok Rp 28 ribu. "Kalau hujan malah bisa Rp 36 ribu," ujarnya yang mulai memikirkan mengendarai sepeda motor pribadi.
Kementerian Perhubungan telah memberlakukan aturan baru termasuk soal tarif untuk ojek online per 1 Mei 2019. Tarif baru mulai diberlakukan di lima kota yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar. Aturan baru tersebut berkaitan dengan keselamatan dan juga tarif baru bagi layanan antar dan jemput penumpang.
Kenaikan tarif ojek online dibuat berdasarkan zonasi atau wilayah yang berbeda-beda. Secara keseluruhan, tarif baru yang diberlakukan meningkat sekitar 10-20 persen dari tarif sebelumnya.