TEMPO.CO, Jakarta - Munculnya petisi daring (online) yang berjudul 'Stop Ijin FPI' pada Ahad lalu buatan Ira Bisyir berisi ajakan kepada publik enolak perpajangan izin FPI atau Front Pembela Islam yang akan segera berakhir. Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri.
"Mengingat akan berakhirnya ijin organisasi FPI di Indonesia, mari kita bersama-sama menolak perpanjangan ijin mereka.Karena organisasi tersebut adalah Merupakan kelompok Radikal, pendukung kekerasan dan pendukung HTI," tulis pembuat petisi.
Lihat: Ahok Pertanyakan Izin Keormasan FPI
Beberapa warga DKI Jakarta, mulai dari pedagang warteg, sopir angkutan umum, hingga karyawan dan karyawati memberikan komentar tentang eksistensi FPI.
Razuli, 29 tahun, warga Menteng, Jakarta Pusat, tak mempermasalahkan izin sebab itu menyangkut hak berorganisasi dan berpendapat. Namun, jika memang FPI hanya membuat onar atau menyebar ujaran kebencian lebih baik izin tidak usah diberikan.
"Kasih saja perpanjangan izin, tapi kalau dia (FPI) bikin onar berikan ujaran kebencian di-cut aja," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 8 Mei 2019.
Penjual nasi di kawasan Monumen Nasional (Monas), Siti Khodijah, mengatakan dirinya mengenal FPI semenjak adanya demonstrasi 212 pada 2016. Ia menilai FPI sangat berperan dalam gerakan 212, apalagi pada saat reuni FPI paling depan. Fakta tersebut, menurut dia, bisa dijadikan acuan untuk memperpanjang izin FPI.
Adapun Abdol Primadana, sopir angkutan umum, menilai dalam demonstrasi FPI suka bikin onar, ugal-ugalan, dan menutupi jalanan sehingga mengganggi pengguna jalan lainnya. Maka dia meminta pemerintah mengkaji kembali izin FPI. "Kalau memang masih bisa di pertahanin iya dipertahanin dulu. Tapi kalau tidak bisa dipertahanin, masih kayak dulu bikin onar, mending cabut aja."
Apdol mengatakan dirinya memiliki teman yang menjadi anggota FPI. Dia juga menyatakan pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren di Gontor, Jawa Timur, semasa SMP-SMA.
"Kalau memang niat bela agama lakukanlah dengan baik karena Nabi Muhammad saja tidak pernah mengajarkan keburukan," ujar pria 38 tahun ini.
Sementara itu, Intan, karyawati, berpendapat bahwa FPI adalah polisi fashion. "Sempat ada jokes, karena FPI kerjaannya razia pakaian perempuan yang tidak sesuai syariat Islam makanya dikatain sebagai polisi fashion," ujarnya.
Baca: Anggota FPI Bekasi Jadi Tersangka Usai Gerebek Toko Obat Ilegal
Dia menilai tak bisa memandang FPI menggunakan satu kacamata. Dia mengakui aktifitas FPI lebih sering reaktif dan bertabrakan dengan nilai-nilai kebebasan. Namun di sisi lain, FPI merefleksikan nilai Islam. Sedangkan Ardra, juga karyawati, meminta izin FPI tidak perlu diperpanjang sebab kegiatan FPI meresahkan masyarakat.
FPI yang dikatakan sebagai ormas pembela Islam namun tidak mencerminkan hal tersebut. "Bikin orang gelisah dan gak nyaman, tidak ada unsur bela Islam malah ada beberapa tindak-tanduk FPI yang membuat orang berpikir negatif mengenai Islam, misalnya sering konvoi ramai-ramai naik motor tanpa helm, main hakim sendiri terhadap tempat usaha orang. Bela islam apanya, malah menjorokkan Islam," ujar Ardra.
Menurut dia, masyarakat sering memberikan penilaian tentang FPI baik melalui media online maupun media massa. Namun, belum ada perubahan. "Sebaiknya ditinjau lagi izinnya untuk jadi organisasi, pastikan memenuhi kaidah dan prinsip-prinsip dasar NKRI," tutur Ardra.
MUH. HALWI