TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD DKI Jakarta yang membawahi bidang transportasi, Abdurahman Suhaimi, menuturkan tarif MRT atau Mass Rapid Transit yang normal yang mulai berlaku Senin kemarin, akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengevaluasi besaran tarif kereta tersebut.
Melalui evaluasi ini, Suhaimi mengatakan tak menutup kemungkinan besaran tarif MRT akan berubah. "Jadi dalam satu - dua bulan bisa dijadikan bahan untuk evaluasi kebijakan (tarif) yang sudah ditetapkan itu," ujar Suhaimi kepada Tempo, Senin, 13 Mei 2019.
Baca : Hari Pertama Diskon Tarif MRT Dihapus, Reaksi Penumpang?
Suhaimi menjelaskan, komisinya akan membandingkan jumlah penumpang tarif saat diskon dan tak diskon. Dari perbandingan itu dapat terlihat apakah MRT bisa mencapai target penumpang yang ditentukan atau tidak.
Mulai Senin kemarin, 13 Mei 2019 tarif MRT sudah kembali normal. Sebelumnya tarif kereta bawah tanah itu dipotong sebanyak 50 persen dari 1 April - 12 Mei 2019.
Selama masa diskon, rata-rata jumlah penumpang MRT telah mencapai 82.615 orang per hari. Jumlah ini melampaui target awal MRT, yakni 65 ribu penumpang per haru.
Dengan kembalinya tarif menjadi normal, untuk satu kali masuk penumpang MRT harus membayar Rp 3.000. Angkanya akan naik Rp 1.000 setiap kereta melewati satu stasiun. Tarif tertinggi MRT Jakarta Rp 14 ribu dari Stasiun Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia atau sebaliknya.
Simak juga :
Wakil Wali Kota Tangsel Yakin MRT Tembus Serpong, Ini Ide Rutenya
Corporate Secretary Division Head MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin menjelaskan dampak kembali normalnya tarif belum begitu terlihat hari ini. Menurut dia volume kepadatan penumpang masih sama seperti hari-hari biasa.
Namun untuk memastikannya dengan angka, Kamaluddin masih menunggu hasil rekapan jumlah penumpang MRT per Senin kemarin. "Angkanya baru akan kami umumkan besok," ujar Kamal terkait tarif MRT tersebut.