TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus berita bohong yang menyebabkan keonaran Ratna Sarumpaet mengaku syok saat mengetahui berita bohong pemukulannya viral di sosial media.
Baca: Ditanya Kasus Eggi Sudjana, Ratna Sarumpaet: Permainan Pemerintah
"Saya syok saat berita pemukulan viral di sosial media," ujar Ratna Sarumpaet dalam lanjutan persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 14 Mei 2019
Ratna mengaku baru mengetahui berita viral tersebut usai bertemu dengan Prabowo Subianto di Bogor. Saat itu dia dikasih tahu oleh stafnya.
Ratna syok karena tidak pernah membuka media sosial usai pulang dari RS Bina Estetika. Sehingga dia tak tahu jika foto wajah lebam disertai berita bohongnya telah viral.
Aktivis Ratna Sarumpaet bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto si sebuah tempat yang dirahasiakan di Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2018. Foto: Istimewa
Ratna heran kenapa foto wajah lebamnya juga beredar di sosial media. Padahal foto tersebut hanya dikirimkan ke orang-orang dekatnya. Mereka adalah Rocky Gerung, Fadli Zon, Joko Susanto dan Said Iqbal.
Dalam sidang, Ratna menyatakan bahwa dia terkejut saat foto luka lebamnya, yang diunggah oleh Nanik S Deyang, ramai di Facebook. Foto tersebut diambil Nanik saat Ratna Sarumpaet bertemu dengan Prabowo di Bogor.
"Saya nggak pernah kasih izin untuk disebar dan nggak ada yang minta izin ke saya," ujarnya.
Ratna mengaku dirinya mengarang cerita bahwa luka lebam di wajahnya disebabkan pemukulan orang tidak dikenal di Bandung.
Setelah itu Ratna terus menutupi kebohongannya hingga berkembang ke rekan kalangan aktivis dan politikus.
Calon presiden Prabowo pun menggelar konferensi pers mendesak penegak hukum untuk segera memproses pemukulan terhadap Ratna, yang saat itu adalah anggota timsesnya. Namun setelah Ratna mengaku bohong, perempuan itu langsung dipecat.
Baca: Pesan Ratna Sarumpaet Soal Foto ke Fadli Zon dan Rocky Gerung
Dalam perkara hoax ini, Ratna Sarumpaet didakwa dengan dua pasal, yaitu pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang mengedarkan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Dan pasal 28 ayat 2 juncto 45A ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.