TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) menggagalkan pengiriman 300 kilogram narkoba jenis ganja bercampur limbah medis asal Aceh di Cilegon, Banten, Rabu, 15 Mei 2019. Deputi Pemberantasan BNN, Arman Depari, mengatakan pihaknya menangkap tiga orang yang diduga menjadi kurir dan pengedar barang haram tersebut, yakni Dodi, Misbah, dan Jainudin.
Baca juga: 400 Kg Ganja Disita di Depok, BNN: Dikendalikan dari Sebuah Lapas
“Penangkapan kemarin merupakan hasil dari pengembangan atas penangkapan 500 kilogram ganja di kawasan Depok,” kata Arman, Kamis, 16 Mei 2019.
Sebelumnya, BNN membongkar peredaran narkoba asal Aceh sebanyak 500 kg di Jalan Bungur nomor 4 RT3 RW11, Pancoran Mas, Depok, Senin malam, 6 Mei 2019. Dua orang tersangka, Ahmad Zanwardi dan Rahim Saifulani, ditangkap di lokasi kejadian.
Arman menuturkan, 300 kilogram ganja tersebut diselundupkan dari Aceh dengan tujuan Cilegon, Banten. Awalnya, BNN menangkap Dodi di hotel di kawasan Cilegon. Setelah menangkap Dodi, petugas menggeledah mobil boks dan menemukan 10 karung plastik berisi ganja seberat 300 kilogram.
Ganja tersebut, kata Arman disembunyikan di antara tumpukan karung berisi limbah medis bahan berbahaya dan beracun (B3). Dari keterangan Dodi, ganja tersebut rencananya akan diserahkan kepada Misbah dan Jainudin.
“Barang tersebut mau diserahterimakan di hotel. Setelah mereka bertransaksi Misbah dan Jainudin langsung kami tangkap.”
Para pengedar tersebut, ujar Arman, sengaja menyimpan ganja tersebut di tumpukan limbah medis B3 untuk mengelabui petugas agar pengiriman mereka tidak terlacak. Pada pengungkapan sebelumnya di Depok, sindikat mereka menyimpan ganja tersebut di dalam peti yang disiram cat semprot agar tidak tercium anjing pelacak.
“Sindikat ini terus memperbarui modus mereka agar tidak terlacak saat mengirim narkoba,” ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Sandingkan Ribuan Formulir C1 Boyolali dengan yang Asli
Arman menuturkan, ketiga tersangka penyelundup ganja dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 junto Pasal 132 ayat 1 dan Pasal 111 ayat 2 junto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. “Ancaman hukuman maksimal, yakni hukuman mati atau penjara seumur hidup,” ujarnya.