TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PAM Jaya Prayitno Bambang Hernowo membantah adanya pemberian eksklusivitas untuk PT Aetra Air Jakarta mengenai mengelola air baku menjadi air bersih di Jakarta. Menurut Bambang, kerja sama PAM Jaya dengan pihak swasta soal pengelolaan air merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
Baca juga: Soal Swastanisasi Air, KPK akan Kembali Bertemu dengan DKI
"Jadi, maksudnya yang memberikan eksklusivitas itu sebetulnya tidak lagi karena eksklusivitas. Dalam hal ini mereka (swasta) kan mengoperasikan dan memelihara peralatan yang ada di WTP (water treatment plan/instalasi pengolahan air) itu," kata Bambang saat dihubungi Tempo, Jumat, 17 Mei 2019.
"Kalau ada kerja sama dimungkinkan dengan kemudian merujuk pada PP 122 di mana kerja sama itu di sisi produksi."
Bambang berujar dalam PP 122 Tahun 2015 tercantum bahwa pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam aspek pengoperasian, pemeliharaan, dan investasi. Ini berlaku untuk pengelolaan air curah dan air baku.
Pihak swasta yang menjadi mitra pemerintah kemudian mengelola instalasi pengolahan air (IPA) tersebut. Bambang mencontohkan kerja sama seperti ini sudah dialami PDAM Medan dan pembangunan IPA di Semarang.
"Jadi, ditenderkan IPA-nya. Kemudian air curahnya dibeli oleh PDAM dan didistribusikan," ucap dia.
Bambang menambahkan, PAM Jaya memiliki waktu enam bulan setelah penandatanganan head of agreement (HoA) untuk membahas apa yang akan dikerjakan Aetra. Artinya, saat ini Pemerintah DKI belum menuangkan tanggung jawab Aetra dalam HoA yang sudah ditandatangani Gubernur DKI Anies Baswedan pada 12 April 2019.
Yang pasti, Bambang menambahkan, poin dalam HoA itu pada akhirnya akan mengembalikan konsesi pengelolaan air dari pihak swasta ke PAM Jaya. BUMD itu pun harus memastikan pengelolaan air bersih oleh swasta menjangkau 82 persen warga Ibu Kota.
Hal itu mengingat kerja sama DKI dengan dua perusahaan swasta, Aetra dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) berakhir pada 2023. "Kita mau service coverage ratio 82 persen di 2023, makanya kemudian gubernur meminta ada pembicaraan dan langkah-langkah perdata untuk kita bisa memastikan bahwa konsesi dikembalikan ke PAM Jaya," ujar Bambang.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap klausul HoA DKI dengan Aetra berpotensi menimbulkan masalah hukum. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan klausul dalam perjanjian tersebut berpotensi menimbulkan masalah hukum.
Baca juga: Aduan Swastanisasi Air, KPK Warning Anies Baswedan
"Khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI Jakarta. Klausul ini menunjukkan bahwa penghentian privatisasi penyediaan air bersih belum dilakukan sepenuhnya oleh Pemprov DKI," kata Febri seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Mei 2019.