TEMPO.CO, Jakarta -Politikus Partai Amanat Nasional, Hanum Salsabiela Rais atau Hanum Rais, putri Amien Rais heran dipanggil sebagai saksi dalam kasus berita hoax yang menyebabkan keonaran Ratna Sarumpaet yang telah dalam proses persidangan.
Hanum mengaku tidak tahu alasan Polda Metro Jaya memeriksanya dalam kasus tersebut.
Baca juga : Hanum Rais Ceritakan Pemeriksaan Sebagai Saksi Kasus Ratna Sarumpaet
"Jadi saksi kasus buk Ratna yang delapan bulan lalu. Kira-kira kenapa saya nggak tahu," ujar Hanum di Polda Metro Jaya, Senin 27 Mei 2019.
Hanum mengatakan dalam pemeriksaan tersebut penyidik menanyakan 20 pernyataan tentang pengetahuannya terkait kasus Ratna. Namun Hanum enggan menjelaskan saat ditanya lebih lanjut.
Dalam perkara tersebut Hanum melalui sebuah rekaman video dengan Ratna Sarumpaet pernah membuat pernyataan telah memeriksa luka lebam di wajah Ratna dan membenarkan lebam tersebut disebabkan oleh pemukulan seperti cerita yang dikarang Ratna.
Hanum Rais juga sempat menuliskan di akun Twitter-nya hasil pemeriksaan Ratna Sarumpaet tersebut dan menyatakan dia bisa membedakan luka pascaoperasi atau pasca dipukuli.
Belakangan, Ratna Sarumpaet mengaku ia telah berbohong mengenai kasus penganiayaan yang dialaminya bukan karena pemukulan melainkan operasi sedot lemak. Hanum Rais waktu itu akhirnya meminta maaf di Twitter karena sudah ikut menyebarkan kebohongan Ratna.
Baca juga : Jadi Saksi Ratna Sarumpaet, Tompi Singgung Putri Amien Rais
“Memohon maaf adalah ajaran besar dalam Islam ketika kita berbuat keliru. Saya secara pribadi mohon maaf atas kecerobohan dalam mengunggah berita meski telah bertabayyun pada ibu Ratna S langsung, hingga pada akhirnya yg bersangkutan telah mengaku berbohong.#KebohonganRatna,” tulis Hanum Rais, 3 Oktober 2018.
Ratna Sarumpaet kemudian didakwa dengan dua pasal, yaitu pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang mengedarkan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Dan pasal 28 ayat 2 juncto 45A ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan