TEMPO.CO, Jakarta -Nurwasito menghela napas berat sambil menundukkan wajahnya. Air mukanya berubah. Ia mengaku tak tega, mengingat kembali luka yang dialami anaknya dalam peristiwa rusuh 22 Mei 2019 lalu.
Warsito adalah ayah Adam Nooryan, salah seorang dari delapan korban tewas dalam kerusuhan yang mengoyak Jakarta pada 21-22 Mei lalu.
Baca juga :
Nurwasito menuturkan anaknya tewas dengan tiga luka seperti bekas tembakan di punggung. Salah satunya tembus hingga ke dada.
Dia tak bisa menerka apakah luka tersebut karena peluru karet atau peluru tajam. "Kalau dokternya bilang itu peluru. Ditembak dari jarak dekat," katanya saat ditemui di rumahnya di Jembatan Lima Tambora, Jakarta Pusat, Senin 27 Mei 2019.
Sang ayah tak pernah menduga bahwa Selasa malam lalu merupakan saat terakhirnya bertemu dengan Adam, 19 tahun. Sang anak mengatakan ingin ikut aksi damai di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 22 Mei, keesokan harinya.
"Pulang kerja, dia masih sempat ngobrol sama saya, lalu tidur," kata Nurwasito, mengenang perpisahan pada malam itu. Sehari-hari, Adam bekerja sebagai barista di sebuah kedai kopi di kawasan Pluit, Jakarta Utara.
Sekitar pukul 03.00 WIB, saat hendak makan sahur, Nurwasito tak menemukan Adam di kamar tidurnya. Ternyata Adam pergi tak lama setelah dihubungi oleh seseorang. "Saya dengar dia angkat telepon dari rekannya sekitar pukul 01.00," ujar Yuliana, ibu Adam.
Dinihari itu, Yuliana sempat menghubungi Adam melalui aplikasi pesan pendek. Saat itu, Adam mengaku tengah berada di Tanah Abang. "Lalu, sekitar pukul 04.30 saya dapat telepon dari Rumah Sakit Tarakan," ujarnya.