TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan penindakan terhadap anak-anak yang ditangkap polisi dalam kerusuhan 21-22 Mei 2019 harus merujuk beberapa hal.
"Harus merujuk kepada Konvensi Hak Anak, Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak," ujar Taufan kepada Tempo, Jumat, 31 Mei 2019.
Baca: Tewas Saat Rusuh 22 Mei, Ini Hasil Otopsi Harun Al Rasyid
Taufan menjelaskan pemeriksaan dan penahanan serta perlakuan lain terhadap anak harus dipisahkan dari orang dewasa. Penindakan terhadap anak juga harus mengenakan prinsip diversi.
"Jika tindak pidananya diancam hukuman di bawah tujuh tahun dan bukan tindak pidana pengulangan," kata Taufan.
Kalaupun nanti si anak harus dihukum, Taufan mengingatkan bahwa mereka harus ditahan di Lapas khusus anak. "Kalau pun nanti dihukum harus di dalam Lapas Anak yang berorientasi kepada pendidikan dan pembinaan," ujarnya.
Baca: Anak yang Ditangkap Saat Kerusuhan 22 Mei Menangis Mau Lebaran di Rumah
Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) menampung dan masih melakukan assessment terhadap 52 anak yang ditangkap karena mengikuti aksi 22 Mei yang pecah menjadi kerusuhan. Hasil assessment tersebut akan menjadi rujukan polisi untuk menentukan anak yang ditangkap sebagai korban, saksi atau pelaku.
"Nanti yang menentukan keterlibatan mereka polisi dari hasil assessment kami. Sebab, kewenangannya akan diserahkan ke polisi," ujar Kepala BRSAMPK Handayani, Rabu, 29 Mei 2019.
Handayani mengatakan sebagian anak-anak itu mengaku hanya ikut-ikutan dalam bentrokan antara massa dan polisi pada 22 Mei itu. Dia berujar anak-anak yang ditangkap berusia antara 14-17 tahun. "Mereka diajak teman dan ikut-ikutan. Tapi juga ada yang memang sudah berniat datang dari rumah untuk ikut aksi itu," kata dia.