TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menyebut residu hasil pembakaran bahan bakar minyak (BBM) kendaraan menjadi sumber utama pencemaran udara di Jakarta. Sebab, 80 persen kendaraan yang menggunakan bensin berjenis solar mondar-mandir dari Jabodetabek ke Ibu Kota.
Menurut Andono, kualitas bensin mempengaruhi besarnya pencemaran udara di Jakarta. "Jadi kalau BBM kita lebih bagus maka kualitas udara kita pasti lebih bagus," kata Andono di JSC Hive, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Juni 2019.
Baca: Pencemaran Udara Jakarta, LBH Buka Posko Gugatan ke Pemprov DKI
Andono menjelaskan pembakaran BBM jenis premium dan solar justru menghasilkan residu dengan kandungan sulfur atau belerang yang tinggi. Menurut dia, bensin dalam negeri berkualitas paling baik dimulai dari pertamax.
Indikatornya adalah nilai oktan. Pertamax mengandung oktan 92. Sementara premium hanya memiliki oktan 88 dan pertalite oktan 90.
Andono berujar bensin dengan oktan di bawah pertamax menghasilkan residu yang besar sehingga mencemari udara. "Maksudnya (bensin) paling bagus itu residunya akan lebih sedikit sedangkan premium atau solar masih tinggi kadar belerang," ujarnya.
Baca: Bahaya Kanker, Pencemaran Udara Jakarta Sudah Lampaui Batas Wajar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menyebut buruknya kualitas udara Ibu Kota disebabkan asap kendaraan. Tak hanya itu, penyumbang terbesar lain polusi udara Jakarta adalah pembangkit listrik tenaga batubara.
Andono tak menampik pernyataan Anies. Dia menyatakan pembakaran batubara di luar Jakarta bisa saja berpotensi mencemari udara Ibu Kota. Sebab, angin dapat membawa partikel asap batubara yang lembut itu mengarah ke Jakarta.
Meski begitu, belum ada angka pasti ihwal seberapa besar angin yang mengandung asap batubara terbawa ke Jakarta dan menyebabkan pencemaran udara. Hanya saja, menurut Andono, polusi akibat kendaraan bermotor tetap menjadi penyumbang terbesar.