TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK, Mardiansyah mengatakan lembaganya telah menerima permohonan perlindungan dari pihak keluarga korban tewas saat rusuh 22 Mei lalu pada Senin, 17 Juni 2019.
"Mereka mengajukan permohonan perlindungan untuk keluarga korban yang saat kejadian kemarin meninggal dunia," kata Mardiansyah di kantornya.
Baca: Merasa Diancam Polisi, Keluarga Korban Tewas Saat Kerusuhan Lapor ke LPSK
LPSK, kata Mardiansyah, lembaganya kedatangan dua dari empat keluarga korban didampingi kuasa hukumnya untuk meminta perlindungan. Sebab, mereka merasa terancam setelah tewasnya salah seorang anggota keluarga mereka.
Selain itu, keluarga korban dan kuasa hukumnya melihat tewasnya sejumlah orang dalam kerusuhan 22 Mei, merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Menurut Mardiansyah, sejauh ini keluarga korban juga telah menemui Komnas HAM berkaitan dengan kasus ini. "Kami juga akan berkoordinasi dengan Komnas HAM terkait dugaan itu," kata dia.
Suasana kerusuhan 22 Mei di kawasan Petamburan, Jakarta Barat, Rabu, 22 Mei 2019. Kerusuhan di kawasan Pertamburan, Jakarta Pusat dimulai saat sekelompok orang mencoba memasuki kantor Bawaslu RI pada Selasa malam sekitar pukul 23.00. TEMPO/Amston Probel
Mardiansyah mengatakan LPSK nantinya akan membutuhkan surat keterangan dari Komnas HAM terkait dengan penyebab tewasnya sejumlah orang dalam aksi 21-22 Mei itu merupakan kasus pelanggaran HAM berat atau bukan.
Berdasarkan mandat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 mengenai perlindungan saksi dan korban, LPSK membutuhkan surat rekomendasi itu untuk memberikan perlindungan kepada keluarga korban yang merasa terancam.
"Keluarga korban kurang nyaman dengan banyak pertanyaan ke mereka. Ketidaknyamanan itu membuat mereka merasa dan membutuhkan perlindungan," kata Mardiansyah. "Namun, sejauh ini untuk ancaman secara langsung belum."
Baca: Begini Kisah Akhir 17 Anak yang Terlibat Kerusuhan 22 Mei
Meski telah memberikan laporan, kata Mardiansyah, LPSK belum bisa memberikan perlindungan kepada keluarga korban. "Sebab masih tahap mengajukan. Masih perlu ditelaah. Permohonan bisa diberikan setelah rapat paripurna pimpinan," ujarnya.
Kuasa hukum keluarga korban tewas, Wisnu Rakadita, mengatakan dirinya menerima kuasa dari empat keluarga korban tewas dalam aksi 21-22 Mei untuk meminta permohonan perlindungan kepada LPSK karena merasa ada yang mengancam.
Wisnu diberi kuasa kepada empat keluarga korban tewas, yakni keluarga Muhammad Harun Al Rasyid, 15 tahun, Farhan Syafero (31), Adam Nurian (19) dan Sandro (32). "Psikis mereka (keluarga korban) terganggu," kata dia di kantor LPSK.
Menurut Wisnu, keluarga korban kerap didatangi oleh pihak tertentu, termasuk kepolisian. Ancaman, kata dia, bahkan telah terjadi saat keluarga mengambil jenazah korban tewas.
Selain itu, keluarga korban merasa terancam oleh orang yang diduga polisi yang meminta mereka membatalkan laporan adanya pelanggaran HAM ke Komnas HAM. "Kami menduganya yang melakukan pengancaman pihak kepolisian. Untuk itu, kami meminta bantuan perlindungan ke LPSK," kata Wisnu.
Meski hanya mendapatkan kuasa dari empat keluarga, Wisnu tetap melaporkan seluruh korban tewas dalam rusuh 22 Mei. Total korban tewas yang dilaporkan mencapai 10 orang. "Sembilan di Jakarta dan satu di Pontianak," ujarnya.