TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara terdakwa kasus berita bohong Ratna Sarumpaet menilai cerita bohong terkait penganiayaan yang dikarang kliennya tidak terbukti menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.
Hal tersebut disampaikan pengacara Ratna, Insank Nasarudin saat membacakan pleidoi dalam lanjutan persidangan Ratna Sarumpaet. "Bahwa keliru jika kebohongan terdakwa menyebabkan keonaran," ujarnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 18 Juni 2019.
Baca: Kata Ratna Sarumpaet Sebelum Jalani Sidang Pembacaan Pleidoi
Insank mengatakan bahwa keonaran yang dimaksud dalam Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tidak terjadi karena tidak ada pihak yang mengalami kerugian akibat berita bohong pemukulan terdakwa. Ratna Sarumpaet sebelumnya mengaku wajah lebamnya akibat dipukuli oleh sejumlah orang di Bandung. Padahal lebam tersebut disebabkan oleh operasi sedot lemak.
Menurut Insank, dasar jaksa penutut umum yang menyebutkan bentuk keonaran yang muncul adalah demo oleh Laskar Muda Nusantara di depan Polda Metro Jaya, orasi sejumlah tokoh di Menteng hingga pro kontra di sosial media adalah keliru.
Insank mengatakan aksi demo yang diikuti sekitar 20 orang tersebut bukan keonaran karena hal tersebut merupakan bagian dari menyampaikan pendapat yang dilindungi Undang-undang. Termasuk, kata dia, orasi yang disampaikan oleh sejumlah tokoh di kawasan Menteng pada Oktober 2018.
Baca: Bocoran Pledoi Ratna Sarumpaet, Pengacara Singgung Keonaran
Berdasarkan keterangan saksi ahli Mudzakir, Insank mengatakan keonaran adalah kekacauan yang tidak bisa dikendalikan lagi hingga harus ditertibkan aparat keamanan. Ia mencontohkan kerusuhan 1998 salah satu bentuk dari keonaran.
Insank menilai jika jaksa penutut umum terkesan memaksakan adanya terjadi keonaran dari pasal yang yang dimaksud. "Jaksa tampak memaksakan," ujarnya.
Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Ratna Sarumpaet dihukum penjara enam tahun. Jaksa menyatakan Ratna bersalah atas penyebaran berita bohong tentang penganiyaan dirinya sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat. Ratna dianggap terbukti melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang mengedarkan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran.