TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut penyedotan air tanah oleh masyarakat menjadi salah satu penyebab penurunan permukaan tanah di Ibu Kota. Menurut Anies, warga yang tak memiliki akses pipa air bersih memilih menyedot air tanah untuk mencukupi kebutuhan airnya.
"Ini yang kemudian dirasakan sebagai problem," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Juni 2019.
Baca: Hari Air Sedunia, 40 Persen Warga DKI Belum Dapat Air Bersih
Pada 2017, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR mencatat Jakarta mengalami penurunan muka tanah 5-12 sentimeter per tahun. Jika laju penurunan muka tanah terus berlangsung, maka Jakarta akan semakin rentan tergenang air pasang dan banjir. Dampak lain adalah meningkatnya risiko kerusakan pada infrastruktur jalan dan jembatan, degradasi bangunan yang diikuti penurunan nilai properti.
Karena itu, pemerintah DKI merencanakan menyalurkan air minum kepada warga. Penyaluran ini difokuskan untuk warga di wilayah-wilayah yang sulit mengakses air bersih.
Langkah ini dianggap sebagai solusi jangka pendek. Menurut Anies, tim sumber daya air dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sedang merampungkan finalisasi rencana tersebut. "Kemarin sudah dibicarakan untuk menyediakan air-air minum bagi masyarakat di wilayah-wilayah yang sama sekali tidak ada akses sehingga mereka harus membeli air minum dengan harga amat mahal," ujarnya.
Baca: Sumber Air Bersih di Kabupaten Tangerang Terpapar Limbah Industri
Untuk solusi jangka panjang, Anies menekankan pentingnya pipanisasi. Dengan program ini, warga diharapkan tak lagi menyedot air tanah karena air sudah mengalir melalui pipa. Pemerintah DKI memiliki dua cara guna merealisasikan pipanisasi.
Pertama, Anies menyinggung penganggaran untuk pipanisasi yang sempat diusulkan pemerintah ke DPRD DKI. Pemerintah DKI mengajukan permintaan penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp 1,2 triliun untuk Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya.
Salah satu proyek yang menggunakan PMD ini untuk membangun dan membenahi pipa di Jakarta. Akan tetapi, Badan Anggaran DPRD DKI mencoret anggaran tersebut. Dewan khawatir adanya tumpang tindih kewajiban pembangunan pipa antara PAM Jaya dengan dua mitra swasta, PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Cara kedua adalah dengan menghentikan pengelolaan air oleh perusahaan swasta alias swastanisasi air. Menurut Anies, pengambilalihan pengelolaan air bersih akan mempercepat pipanisasi di seluruh wilayah Jakarta. "Jadi tanpa ada percepatan itu maka masyarakat selalu akan mengambil (air tanah)," kata dia.