TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memperkirakan musim kemarau tahun ini lebih kering dibandingkan dengan tahun sebelumnya. BMKG pun mengimbau pemerintah daerah mewaspadai munculnya kebakaran lahan dan hutan.
"Waspada kekeringan di periode musim kemarau ini, karena diprediksi kemarau tahun ini lebih kering dari tahun sebelumnya," kata Kepala Subbidang Analisis Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi, Jumat, 21 Juni 2019.
Baca: Gunungkidul Kekeringan, Wisatawan Tak Perlu Khawatir Air Bersih
Ari menjelaskan bahwa tahun lalu, curah hujan selama musim kemarau kurang dari 20 milimeter dalam satu bulan. Ia menyebut tahun ini bisa jauh lebih rendah. "Daerah yang tahun lalu pada periode Juni, Juli dan Agustus terkena kekeringan, tahun ini harus lebih waspada lagi," ujarnya.
Menurut prakiraan BMKG, hampir seluruh Jawa telah memasuki musim kemarau, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi Juli-Agustus 2019. Namun hujan lokal masih turun di wilayah seperti Bogor, Jawa Barat.
"Tapi tidak semua wilayah ada hujannya, untuk wilayah seperti Jonggol, Parung kurang hujannya," kata Adi.
Baca: Jawa Barat dan Jakarta Mulai Masuki Musim Kemarau
Menurut dia, warga yang tinggal di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi dan Sumatera juga perlu mewaspadai dampak kekeringan. Di wilayah-wilayah itu, puncak kemarau diprakirakan terjadi Agustus sampai September.
Dari data pada 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat kekeringan sempat melanda sejumlah daerah di Jawa dan Nusa Tenggara akibat kemarau. Kekeringan antara lain melanda wilayah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Lampung, membuat warga kesulitan mendapatkan air bersih.