TEMPO.CO, Jakarta - DKI Jakarta merayakan puncak hari ulang tahun Jakarta 2019 yang ke 492 pada Sabtu, 22 Juni 2019.
Sejumlah paket acara HUT DKI mulai dari gratis naik Transjakarta, JNF, dan diskon tiket masuk ke tempat-tempat wisata seperti Dufan,dan Taman Mini Ancol disediakan oleh pemerintah DKI.
Baca: Malam Puncak HUT Jakarta, Anies: Lihat Wajah Baru Jakarta
Berbeda dengan Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair yang dilaksanakan pada 22 Mei sampai 30 Juni 2019. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi melalui pesan tertulis mengatakan bahwa dalam paket HUT DKI tersebut ada yang tidak adil. Dia menuturkan saat memasuki area PRJ pada Sabtu kemarin terjadi kemacetan yang sangat parah.
"Saya mengunjungi PRJ, memasuki area PRJ sekitar pukul 16.15, dengan kemacetan yang parah. Dan baru bisa parkir sekitar jam 17.15 WIB," ujarnya melalui pesan whatshap, Minggu, 23 Juni 2019.
Selain masalah kemacetan yang parah, Tulus mengatakan tarif masuk PRJ terlalu mahal, di mana pihak PRJ memasang tarif parkir per flat sebanyak Rp 30.000. Sedangkan tiket masuk Rp 40.000 per orang. Jadi kata dia setiap pengunjung yang menggunakan mobil harus merogoh isi kantongnya sebanyak Rp 70.000. "Ini sama saja menjadikan kenaikan tiket masuk secara terselubung," ujarnya.
Tidak hanya itu, Tulus menyebut kondisi area parkir PRJ juga tidak nyaman, terbuka dan berdebu. Selain itu, managemen PRJ tidak bisa menakar berapa kapasitas maksimal area parkir PRJ.
Sedangkan terkait fasilitas umum di area PRJ, Tulus menyebut masih belum memadai. Keberadaan toilet, jumlah toilet dan tempat ibadah seperti musala sangat minim penanda atau penunjuk arahnya.
Hal tersebut kata dia mengakibatkan pengunjung harus mencari petugas dulu untuk tahu fasilitas toilet dan tempat ibadah. Tidak hanya minim penanda jumlahnya toilet pun kata dia tidak memadai sehingga terjadi antrian panjang, khususnya di toilet perempuan. Dia berharap disaat pengunjung membludak seperti itu, seharusnya disiapkan portable toilet.
Baca:
Lebih lanjut, Tulus mengatakan di area PRJ banyak orang merokok dan SPG yang menjajakan dan mempromosikan produk rokok. PRJ yang mengklaim berskala internasional, kalah dengan area pasar tradisional di Kota Bangkok (Pasar Tjacucak) yang terbebas asap rokok. "Tidak ada orang merokok di pasar tersebut, apalagi ada SPG yang jualan rokok. Padahal area PRJ sebagai tempat umum adalah area kawasan tanpa rokok," kata dia.
Tulus menyebut pelaksanaan PRJ masih ada waktu seminggu lagi, dalam waktu tersebut dia berharap pihak PRJ bisa memperbaiki layanan dan kinerjanya.
MUH HALWI