TEMPO.CO, Jakarta -Sistem zonasi yang berlapis pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB online Provinsi DKI Jakarta mendapat sorotan dari Ketua Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho.
Sebab, menurut Teguh, sistem zonasi milik Pemprov DKI tak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 51 Tahun 2018 soal PPDB.
Baca juga : PPDB Online SMP di Bekasi, 1.059 Pendaftar Sudah Verifikasi
"Kami masih berharap Pergub (soal PPDB) yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI harusnya sesuai Permendikbud 51 tahun 2018," ujar Teguh saat dihubungi, Selasa, 25 Juni 2019.
Teguh menjelaskan dalam Permendikbud 51 porsi untuk siswa zonasi murni adalah 80 persen, jalur prestasi 15 persen, dan jalur orangtua yang pindah 5 persen. Namun di DKI, menurut Pergub 43 Tahun 2019 tentang PPDB, jatah zonasi menjadi lebih kecil dan berlapis, yakni hanya 70 persen dan dibagi lagi menjadi berbagai macam zonasi.
Jenis-jenis zonasi yang ada di DKI itu, antara lain zona afirmasi bagi anak pemegang kartu buruh, anak sopir JakLingko, anak panti asuhan, hingga pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP).
"Harusnya tidak perlu lagi sistem zonasi yang berlapis dengan afirmasi dan teman-teman Jaklingko. Ini kan tidak terlalu diminati," kata Teguh.
Ia mengatakan Ombudsman akan merekomendasikan kepada Pemprov DKI untuk mengikuti kembali Permendikbud 51. Sebab, menurut dia kualitas sekolah di Jakarta sudah merata.
Saat ini, tengah berlangsung pendaftaran PPDB sistem zonasi untuk jalur umum SMA. Dengan sistem zonasi ini, mensyaratkan domisili calon siswa ke sekolah yang akan dipilih dan mempertimbangkan nilai UN jenjang SMP.
Baca juga : Beda dengan Permendikbud, Anies Jelaskan Sistem Zonasi PPDB DKI
Melalui jalur zonasi, para siswa yang mendaftar di sebuah sekolah tujuan akan ditampung, lalu diseleksi sesuai nilai UN. Seleksi itu akan berlangsung secara otomatis dan berdasarkan nilai UN serta daya tampung sekolah masing-masing.
Faktor di PPDB online yang menentukan calon siswa tersebut diterima atau tidak adalah kesesuaian zonasi tempat tinggalnya dan besaran nilai UN diperoleh. Dengan cara ini, pemerintah berharap ada pemerataan kualitas pendidikan dan tak akan ada lagi stigma sekolah favorit.