TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara terdakwa kasus kabar bohong Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin, mempersoalkan saksi dari penyidik Polda Metro Jaya serta ahli sosiologi hukum yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.
Hal itu ia tuangkan dalam duplik yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 25 Juni 2019. Adapun saksi dari penyidik adalah Perwira Unit Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Niko Purba, sedangkan ahli sosiologi hukum, yaitu Trubus Rahardiansyah Prawiharja.
Baca: Begini Pengacara Bandingkan Ratna Sarumpaet dengan Koruptor
Menurut Insank, kesaksian penyidik sarat akan kepentingan agar perkara yang ia tangani berhasil di pengadilan. "Sehingga keterangannya dipastikan memberatkan atau menyudutkan terdakwa. Padahal yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas, netral, objektif, dan jujur," ujarnya saat persidangan.
Insank mengatakan tim pengacara juga keberatan lantaran saksi penyidik yang dihadirkan menceritakan tindakan operasi sedot lemak yang dijalani Ratna di Rumah Sakit Khusus Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, berdasarkan keterangan dari karyawan setempat. "Sehingga kesaksian penyidik Kepolisian bersifat Testimonium De Auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain," kata dia.
Untuk saksi ahli sosiologi hukum, kata Insank, pihaknya menganggap Trubus tak dapat membuktikan kualifikasinya sebagai ahli dalam persidangan pada 25 April 2019. Saat itu, Trubus tak memberikan daftar riwayat hidup atau dokumen dirinya sebagai ahli sosiologi. Ia juga disebut tak pernah menempuh pendidikan di bidang sosiologi.
Tersangka kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet (kiri) didampingi anaknya Atiqah Hasiholan (kanan) saat akan menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019. Sidang tersebut beragendakan pembacaan duplik terhadap replik Jaksa Penuntut Umum. TEMPO/M Taufan Rengganis
Insank juga mengatakan kalau Trubus tak dapat menunjukkan surat rekomendasi dari universitas tempat ia bekerja. Atas dasar itu, pengacara merasa jaksa keliru menghadirkan Trubus. "Bertentangan dengan pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sehingga tidak memenuhi ketentuan pasal 186 KUHAP," kata dia.
Ratna Sarumpaet hari ini menjalani lanjutan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pembacaan duplik atau jawaban terhadap replik Jaksa Penuntut Umum. Sidang selanjutnya akan digelar pada 11 Juli 2019 dengan agenda putusan dari majelis hakim.
Baca: Didakwa Bikin Keonaran, Ratna Sarumpaet: Itu Persoalan Pribadi
Dalam kasus ini, Ratna Sarumpaet membuat cerita bohong terkait luka lebam di wajahnya yang disebabkan oleh pemukulan sekelompok orang tak dikenal di Bandung pada akhir September 2018. Namun Ratna kemudian mengakui pemukulan tersebut tidak benar. Luka lebam di wajahnya bukan karena penganiayaan, melainkan akibat operasi face lift.
Pada persidangan 28 Mei 2019, JPU menuntut Ratna Sarumpaet dengan hukuman enam tahun penjara. Jaksa menyatakan Ratna bersalah atas penyebaran berita bohong soal penganiayaan hingga menimbulkan keonaran.