TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya mempersoalkan perlakuan Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) terhadap terdakwa Idrus Marham, mantan Menteri Sosial yang terjerat kasus suap dalam proyek PLTU Riau-1.
Baca: Idrus Marham Divonis Tiga Tahun Penjara di Kasus PLTU Riau-1
Lembaga tersebut menemukan kejanggalan perlakuan terhadap bekas Sekjen Partai Golkar tersebut. Menurut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, Idrus terlihat berobat di Rumah Sakit MMC Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 21 Juni 2019, sekitar pukul 12.39 WIB.
“Kami menemukan yang bersangkutan tidak memakai rompi, tidak di borgol dan mempergunakan HP, selain waktu yang cukup lama untuk kembali ke Rutan KPK,” kata Teguh kepada Tempo hari ini, Kamis, 27 Juni 2019. "Kami akan melakukan pemeriksaan terhadap para pihak berwenang, di antaranya bagian pengawalan dan pengawas internal KPK, esok hari.”
Dia menjelaskan, Idrus Marham mendaftarkan diri untuk berobat gigi pukul 08.30. Selama perjalanan berobat tersebut Idrus Marham tidak mengenakan rompi tahanan KPK, tidak diborgol, serta memainkan handphone. Idrus selesai berobat lalu membayar ongkos sekitar pukul 11.58. "Kemudian yang bersangkutan kembali ke Rutan KPK pukul 16.00."
Teguh mengungkapkan bahwa kejadian tersebut direkam dalam format video resmi Ombudsman RI yang berdurasi 32 detik. Dalam rekaman video yang juga dilihat Tempo terlihat Idrus Marham berbincang menghadapi meja dan mengenakan kemeja biru sembari menggunakan handphone.
Ombudsman sudah melakukan konfrontasi temuan itu dengan Rutan KPK pada 25 Jun 2019. Teguh menuturkan Rutan KPK membenarkan bahwa Idrus Marham memang izin berobat gigi dengan pengawalan petugas Rutan KPK. Dia berpendapat sesuai dengan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perawatan Tahanan Pada Rumah Tahanan KPK seharusnya Idrus Marham tetap memakai rompi orange, tangannya diborgol, serta dilarang menggunaman ponsel.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Idrus Marham tiga tahun penjara dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1. Selain itu, Majelis Hakim juga mewajibkan Idrus membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan. Tapi KPK mengajukan banding sebab vobis tak sesuai dengan tuntutan Jaksa KPK, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Baca: Ditanya Coblos Siapa, Idrus Marham Singgung Serangan Fajar
"Menyatakan terdakwa Idrus Marham terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, pada 23 April 2019.
Hakim menyatakan Idrus terbukti berperan aktif dalam penerimaan suap oleh Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih. Suap yang diterima Eni berasal dari pemilik saham PT Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo. Kotjo memberikan uang kepada Eni sejumlah Rp 4,75 miliar untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Idrus Marham terbukti berperan aktif dalam penerimaan sebagian uang suap yang diterima Eni yakni Rp 2,25 miliar. Uang tersebut diterima Eni pada 18 Desember 2017 sebanyak Rp 2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebanyak Rp 250 juta di kantor Kotjo Graha BIP, Jakarta. Saat penerimaan kedua pada 8 Juni 2018, Idrus telah menjabat sebagai Menteri Sosial. Hakim menyatakan sebagian uang tersebut kemudian digunakan untuk membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar yang berlangsung akhir 2018.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA