TEMPO.CO, Depok - Sekitar 50 warga Depok mulai berkumpul sejak pukul 09.00 di persimpangan Jalan Margonda-Arif Rahman Hakim, Kota Depok. Massa dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) tersebut bersiap unjuk rasa di Kantor Wali Kota Depok menolak Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2019 yang tak menyertakan kuota untuk siswa miskin.
Ketua DKR Depok, Roy Pangharapan, mengatakan akibat kebijakan PPDB berdasarkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK sebanyak 21 siswa miskin di Depok tidak bisa sekolah. Menurut dia, peserta demonstrasi adalah orang tua siswa miskin bersama anggota DKR.
Baca: Sistem Zonasi Sekolah PPDB 2019, Wali Kota Depok: Hapuskan UN
“Akomodasi semua siswa miskin untuk masuk sekolah negeri agar subsidi pendidikan dari pemerintah tepat sasaran,” kata Roy Pangharapan kepada Tempo hari ini, Selasa, 2 Juli 2019. “Ini aksi solidaritas kami DKR untuk keluarga miskin yang anaknya ditolak oleh sekolah negeri di Depok."
Roy Pangharapan, yang juga aktivis Gerakan Depok Berubah (GDB), meminta pemerintah Kota Depok mengupayakan seluruh siswa miskin bisa bersekolah di sekolah negeri tanpa dipersulit dengan sistem zonasi pada PPDB.
Dia menjelaskan, sekolah-sekolah negeri menolak siswa miskin karena mereka tidak sesuai dengan sistem zonasi yang sudah ditentukan dalam PPDB. Sebagian dari mereka yang mengalami penolakan adalah siswa miskin dan anak yatim. "Ditolak karena tidak sesuai zonasi, padahal SMA dan SMK di Depok belum merata di setiap kecamatan."
Sebanyak 12 siswa warga Kecamatan Beji, Depok, terpaksa mendaftar di SMK Negeri 3 Depok yang terletak di Kecamatan Sukmaja. Itu dilakukan karena di Kecamatan Beji tidak ada SMA dan SMK Negeri.
Ada pula tiga siswa dari keluarga miskin tidak diterima di SMK Negeri 3, Kecamatan Sukmajaya, padahal mereka tinggal di Kecamatan Sukmajaya. Nasib serupa dialami seorang siswa warga Kecamatan Pancoran Mas dan Kecamatan Tapos.
Baca juga: PPDB Online Kota Depok, Sistem Zonasi Sekolah Menuai Krit
Seorang siswa miskin dari Kecamatan Tapos tak diterima masuk SMA 4 juga empat siswa yang gagal masuk SMKN 1. Padahal merewka warga Kecamatan yang sama dengan sekolah. “Anak kami memilih SMK negeri biar lulus cepat kerja, biar bisa bantu ekonomi keluarga,” ucap Eti Kurniawati, orang tua Sevia Febriyanti, menanggapi efek sistem zonasi dalam PPDB 2019.
IRSYAN HASYIM