TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta bakal menjual listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah intermediate treatment facility atau ITF Sunter seharga US$ 11,8 sen per kilo watt hour (kWh) ke PT PLN (Persero).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, besaran itu mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. "Di Perpres itu diatur bahwa harga jual listrik ke PLN itu pada angka 11,8 sen per kWh," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2019.
Baca Juga:
Baca: Kata Anies Baswedan Yakin ITF Sunter Jadi Patokan Asia Tenggara
Dalam pasal 11 ayat 1 huruf b perpres itu tertulis rumus hitung-hitungan harga jual listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah. Rumusnya, yakni 14,54 - (0,076 x besaran kapasitas PLTSa yang dijual ke PLN).
ITF Sunter disebut mampu mengolah 720 ribu ton sampah setiap tahun. Dari olahan itu bisa dikonversikan menjadi listrik sebesar 35 MW setiap hari atau 280 ribu MW per tahun. Itu artinya, pemerintah DKI dapat menjual kapasitas pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) sebesar 35 MW.
Setelah itu, pemerintah DKI bisa memformulasikan berapa biaya pengolahan sampah (tipping fee) ITF. Anies menyampaikan pihaknya hingga kini masih melakukan simulasi besaran tipping fee yang melibatkan konsultan.
Baca: Dirut Jakpro Sebut ITF Sunter Memenuhi Standar Eropa
Menurut Anies, diperlukan peraturan daerah atau perda untuk dijadikan sebagai dasar hukum penyusunan tipping fee. "Harapannya dengan ada perda nanti maka kita memiliki dasar hukum untuk bisa membuat arrangement tentang tipping fee itu," ujarnya.
Pemerintah DKI bakal membangun satu ITF di kawasan Sunter, Jakarta Utara atau ITF Sunter. Ini merupakan upaya agar DKI bisa mengolah sendiri sampah sehingga tak perlu lagi membuangnya ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi.