TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (IBU KOTA) mendaftarkan gugatan warga negara atau citizen law suit berkaitan dengan hak warga negara untuk mendapatkan udara bersih ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 4 Juli 2019. Ada 31 warga yang tergabung sebagai penggugat soal pencemaran udara Jakarta.
Dalam perkara ini, mereka menggugat Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur DKI Jakarta. Sebagai pihak yang turut tergugat adalah Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Baca: Polusi Udara Jakarta, Pemda Pertimbangkan Opsi Hujan Buatan
"Hari ini perwakilan dari masyarakat yang peduli dengan lingkungan yang baik dan sehat berinisiatif untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap penguasa," kata Nelson Nikodemus, pengacara publik dari LBH Jakarta saat mendaftarkan gugatan.
Menurut Nelson, tujuh pihak itu telah melakukan pengabaian hak warga yang tinggal dan beraktivitas di Jakarta untuk menghirup udara yang sehat. Ia mengatakan tidak ada usaha signifikan yang dilakukan para tergugat untuk menurunkan pencemaran udara di Ibu Kota. "Untuk itu kita akan minta mereka untuk melakukan serangkaian kebijakan untuk mengubah kondisi ini," kata dia.
Menurut catatan Gerakan IBU KOTA, selama dua pekan terakhir, di antaranya 19-27 Juni 2019, Jakarta menempati posisi sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Kondisinya sudah melebihi baku mutu udara ambien harian atau konsentrasi PM 2,5 melebihi 65 ug/m3.
Baca: Pencemaran Udara Jakarta Buruk, KPBB: Harus Ada Razia
Angka tersebut dihitung melalui air quality index (AQI) dalam aplikasi Air Visual. Aplikasi itu merekam data dari dua stasiun pemantau milik Kedutaan Besar Amerika Serikat, satu stasiun milik BMKG dan empat alat air visual di Pejaten, Rawamangun, Mangga Dua dan Pegadungan.
Istu Prayogi, sebagai salah satu penggugat mengatakan buruknya kualitas udara Jakarta berdampak bagi kesehatannya. Warga Depok itu mengaku menghabiskan 30 tahun bekerja di Jakarta.
Menurut Istu, dokter telah memvonis bahwa paru-paru miliknya memiliki bercak dan sensitif terhadap udara tercemar. "Dokter kemudian menyuruh saya untuk selalu memakai masker. Hal itu sangat tidak nyaman dan mengganggu aktivitas saya," ujarnya.
YLBHI sebelumnya telah membuka posko pengaduan ihwal masalah udara di Jakarta sejak 14 Maret 2019 sampai 14 April 2019. Dari sejumlah pengadu, 31 orang kemudian menyatakan diri dan melengkapi dokumen untuk menjadi penggugat soal pencemaran udara Jakarta. Gerakan ini mengklaim, gugatan tersebut didukung oleh 1078 warga melalui petisi dalam situs www.akudanpolusi.org.