TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta menyerahkan 25 bukti baru dugaan korupsi pengelolaan air oleh pihak swasta di ibu kota.
Baca: Swastanisasi Air di Jakarta, Ini Empat Hal yang Jadi Sorotan KPK
Tim koalisi mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat, 5 Juli 2019. Direktur Lembaga Bantuan Hukum LBH, Arif Maulana, mengatakan koalisi meminta KPK membongkar dugaan korupsi ini dan mendalami potensi kerugian negara dalam swastanisasi air ini.
"Bukti baru itu kami harap mampu mendukung KPK untuk mempercepat pengusutan dugaan korupsi selama swastanisasi pengelolaan air di Jakarta," kata Arif melalui keterangan tertulisnya, Jumat pagi.
Bukti-bukti ini diharapkan mampu mendorong KPK untuk memeriksa aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang selama ini dikelola oleh swasta. Penyerahan 25 bukti baru ini juga diharapkan mampu mendorong KPK memastikan pelayanan publik dalam pengelolaan air Jakarta di masa mendatang bersih dan bebas dari tindak pidana korupsi.
Tujuan lain Koalisi mendatangi KPK adalah untuk meminta penjelasan tentang hasil pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke KPK pada 10 Mei 2019. KPK memanggil Gubernur untuk mengklarifikasi risiko kerugian negara akibat perjanjian kerjasama swastanisasi pengelolaan air di Jakarta antara PT. PAM Jaya, PT. Aetra Air Jakarta dan PT. PAM Lyonnaise Jaya.
Ada empat hal yang diminta Koalisi saat mendatangi KPK, yaitu:
1.Menjelaskan hasil pemanggilan yang dilakukan oleh KPK terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada 10 Mei 2019;
2.Mendalami potensi kerugian negara dalam rencana pengambilan keputusan terkait swastanisasi air di Jakarta;
3.Memeriksa aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang selama ini dikelola oleh swasta;
4.Memastikan pelayanan publik dalam pengelolaan air di Jakarta dilaksanakan sesuai mandat Konstitusi serta bersih dan bebas dari tindak pidana korupsi.
Baca: Swastanisasi Air Tak Kunjung Distop, LBH Jakarta Surati Anies
Koalisi berharap pemeriksaan mendalam yang dilakukan KPK atas swastanisasi air Jakarta juga akan berdampak pada pencegahan tindak pidana korupsi dan kerugian yang terus dialami atas perjanjian ini. "Jika Gubernur salah ambil keputusan dan terus melanjutkan kerjasama dengan swasta dalam pengelolaan air, akan terus berdampak pada kerugian negara."