TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai hukuman berupa kurungan selama 21 hari terhadap sepuluh anggota Brimob yang terbukti melakukan kekerasan di Kampung Bali tidak setimpal. Hukuman itu diberikan berdasarkan hasil sidang etik internal.
Menurut Staf Advokasi Pembelaan HAM KontraS, Falis Aga Triatama, Brimob tidak hanya melanggar etik di Kampung Bali. Kekerasan yang dilakukan, kata dia, sudah masuk pelanggaran dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP).
Baca: Brimob Brutal di Kampung Bali, Polri: Komandan Kena Panah Racun
"Maka, kepolisian seharusnya menindaklanjuti hasil di Propam itu menjadi laporan tindak pidana untuk diadili di pengadilan umum," kata Falis saat dihubungi Tempo pada Senin, 8 Juli 2019.
Falis menjelaskan, unsur-unsur dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP sudah terpenuhi untuk mengadili kasus ini. Pasal itu menyebutkan Barang siapa secara terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. "Pasal ini sudah paling pas. Kekerasan berlangsung di muka umum yaitu di lapangan parkir, dan dilakukan secara secara bersama-sama," kata dia.
Menurut Falis, Markas Besar Polri bisa membawa masalah ini ke pengadilan umum jika memang memiliki kemauan. Ia menyebut langkah itu juga baik untuk menunjukkan kesetaraan dalam hukum. "Semua sama di mata hukum, Polri tidak memiliki kekebalan dan impunitas," kata Falis yang juga merupakan kuasa hukum keluarga Markus Ali, terduga korban penganiayaan di Kampung Bali.
Baca: Video Viral Antar Brimob Brutal Diberi Sanksi, Ini Kronologisnya
Polri sebelumnya telah menjatuhkan sanksi disiplin terhadap sepuluh anggota Brimob karena melakukan pengeroyokan di Kampung Bali pada Rabu, 22 Mei 2019. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan anggota Brimob dikurung dalam ruang khusus selama 21 hari setelah kembali ke Polda setempat.
Video kekerasan di Kampung Bali viral di media sosial. Sejumlah anggota Brimob terlihat menganiaya seorang pria di sekitar Masjid Al Huda yang berada di area Smart Services Parking. Polisi mengklaim orang yang dipukuli tersebut merupakan Andri Bibir dan menyangkanya sebagai pelaku kerusuhan saat 22 Mei 2019. Namun, berdasarkan saksi yang ditemui Tempo, orang yang dipukuli Brimob adalah Markus.
Dedi mengklaim pengeroyokan Andri Bibir di Kampung Bali merupakan tindakan spontan. Mereka terpicu melakukannya lantaran seorang komandan polisi dipanah. Beruntung, kata Dedi, komandan itu memakai rompi pelindung badan.
Meski begitu, personel Brimob tetap ingin mencari pelakunya. Hingga kemudian menemukan Andri Bibir di sekitar Kampung Bali. "Ada komandan kompinya dipanah, terkena panah beracun. Melihat komandannya diserang dengan panah beracun, maka spontan anggota tadi melakukan pencarian siapa pelakunya," ucap Dedi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Jumat, 7 Juli 2019.