TEMPO.CO, Jakarta - Komite Keselamatan Jurnalis mendesak kepolisian memproses hukum petugasnya yang melakukan kekerasan terhadap wartawan saat meliput kerusuhan 22 Mei lalu.
Baca: Kerusuhan 22 Mei, Amnesty International Usut Pelaku Penembakan
Ketua bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen, Sasmito, mengatakan mengatakan Komite mendampingi dua kasus kekerasan yang dilakukan polisi kepada jurnalis saat meliput kerusuhan 22 Mei lalu.
"Kami harap kasus kekerasan yang dilakukan polisi kepada jurnalis diusut tuntas," kata Sasmito di kantor Komnas HAM, Selasa, 9 Juli 2019.
Komite mencatat ada 20 jurnalis yang menjadi korban kekerasan fisik maupun intimidasi hingga mengalami persekusi online (doxing) yang dilakukan polisi maupun massa aksi saat meliput kerusuhan 22 Mei.
Komite juga menerima satu laporan lagi terkait adanya teror kepada wartawan setelah membuat laporan kerusuhan 22 Mei lalu. "Ancaman terhadap jurnalis terakhir terjadi tiga hari lalu karena menurunkan laporan soal kerusuhan 22 Mei. Akun media sosialnya diduga sampai mau diretas," ujarnya.
Dari seluruh wartawan yang mendapatkan kekerasan maupun intimidasi itu, hanya wartawan CNN dan Inews yang mau melaporkannya ke polisi. Sedangkan, sisanya belum mau melaporkan karena beragam alasan, seperti khawatir adanya ancaman, sikap perusahaan dan lainnya.
Laporan dari wartawan CNN bernama Budi , kata dia, saat ini telah sampai dan diproses di Markas Brimob, Kepala Dua. Saat kerusuhan 22 Mei, Budi mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh Polisi.
Sedangkan, Aji, wartawan Inews mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh polisi saat meliput kerusuhan 22 Mei lalu. "Kasus yang menimpa wartawan Inews masih dalam tahap BAP (berita acara pemeriksaan).
Selama ini, Sasmito melihat belum ada kasus kekerasan yang dilakukan polisi terhadap jurnalis diusut tuntas. Menurut dia, penyelesaian proses hukum yang dilakukan TNI terhadap jurnalis lebih terselesaikan ketimbang yang dilakukan polisi.
Ia menuturkan kasus TNI yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis proses hukumnya lebih transparan dan tuntas. Contohnya hukuman terhadap anggota TNI yang melakukan kekerasan dan pelecehan seksual kepada wartawati di Medan, Sumatera Utara, pada 2016 lalu.
Menurut dia, hukuman terhadap anggota TNI atau polisi pelaku kekerasan terhadap jurnalis, meski tidak memuaskan akan berdampak terhadap karir mereka di institusinya. Hukuman itu, kata dia, bisa menjadi pelajaran anggota TNI maupun polisi agar tidak melakukan tindak kekerasan maupun menghalangi kerja wartawan.
"Hukuman akan berdampak kepada. "Dari polisi kami belum melihat ada kasus kekerasan terhadap wartawan yang selesai."
Baca: Polisi Kantongi Rekaman Pembicaraan Aktor Kerusuhan 22 Mei
Sasmito berharap Komnas HAM bisa menjadi jembatan bagi Komite untuk bisa bertemu langsung dengan Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Moechgiyarto. Sebabnya, kata dia, Komite ingin mengetahui penyelidikan kasus kekerasan terhadap dua wartawan tersebut pada kerusuhan 22 Mei 2019. "Kami juga berharap agar polisi aktif menyelidiki kekerasan terhadap 19 korban lainnya meski tanpa harus laporan," ujarnya.