TEMPO.CO, Jakarta - Komite Keselamatan Jurnalis meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membantu mengingatkan pemilik media untuk menambah pengetahuan jurnalis saat meliput konflik, terkait kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang lalu.
Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, mengatakan banyak media menerjunkan jurnalisnya ke lokasi konflik tanpa memiliki pengetahuan yang cukup. Sehingga, kata dia, banyak jurnalis yang menjadi korban saat peliputan di lokasi konflik seperti saat peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu.
Baca : Komnas HAM Teliti 40 Video untuk Ungkap Kerusuhan 22 Mei
"Banyak jurnalis yang juga jadi korban saat meliput di lokasi konflik ," kata Ade saat mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Juli 2019.
Ia menuturkan jurnalis yang belum memahami proses liputan di wilayah konflik berpotensi terkena dampak kekerasan.
Massa Alumni (PA) 212 melakukan long march dari masjid Sunda Kelapa menuju kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 28 Juni 2019. Kehadiran massa ke Komnas HAM untuk mengawal tokoh dan ulama untuk melaporkan korban kebrutalan pemilu, antara lain meminta kepada pemerintah untuk segera mengusut tuntas meninggalnya 700 orang petugas KPPS dan lebih dari 11 ribu petugas lainnya yang dirawat di rumah sakit sepanjang Pemilu 2019 dan dugaan penganiayaan dalam kerusuhan 21-22 Mei. TEMPO/Subekti.
LBH Pers yang tergabung dalam Komite Keselamatan Jurnalis mencatat ada 20 wartawan yang menjadi korban saat kerusuhan pecah di Jakarta pada 21-22 Mei lalu.
"Kami menyoroti banyaknya jurnalis yang menjadi korban. Media seharusnya juga mengingatkan dan memberikan pemahaman mengenai mekanisme perlindungan saat meliput di tengah lokasi konflik." kata dia.
Baca : Kerusuhan 22 Mei, Komnas HAM: 32 Orang Masih Hilang
Anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan bakal memberikan rekomendasi kepada perusahaan media untuk meningkatkan kompetensi jurnalisnya saat meliput di lokasi konflik, terkait misalnya kerusuhan 21-22 Mei. "Supaya tidak modal nekat saja, tanpa perlindungan-perlindungan yang lain."