TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menyatakan masih belum menerima salinan putusan peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung. Padahal putusan yang mengalahkan Koalisi sebagai pihak pengugat itu kabarnya sudah keluar sejak 30 November 2018. Koalisi menilai sikap MA merugikannya.
"Penggugat tak dapat menentukan langkah hukum apa pun untuk memperjuangkan penghentian swastanisasi air di Jakarta, karena penggugat tidak mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam pengambilan putusan PK," ujar salah satu pengacara publik Koalisi, Tommy Albert secara tertulis Ahad, 14 Juli 2019.
Baca: Koalisi Tolak Swastanisasi Air Tanya Hasil Klarifikasi KPK
Tommy menjelaskan gugatan warga negara atau citizen law suit untuk perkara swastanisasi air ibu kota pertama kali dilayangkan pada 2012. Koalisi meraih kemenangan di pengadilan tingkat pertama lalu kalah di tingkat banding. Selanjutnya, koalisi kembali memenangkan gugatan saat kasasi. Lantas, merujuk informasi dari putusan MA, koalisi kalah di tahap PK.
Atas sikap MA yang tidak kunjung mengirim salinan putusan, Albert mengatakan bahwa tim advokasi hak atas air sebenarnya telah mengirimkan permohonan pada 29 Mei lalu. Namun, kata dia, tidak ditanggapi oleh MA.
Menurut Albert, kejadian seperti telah berulangan kali dialami oleh tim. "Pada tahap kasasi, putusan dikabarkan telah dibacakan pada 10 April 2017, namun salinan putusan baru diberikan kepada penggugat pada 18 Desember 2017. Artinya, baru diberikan 252 hari setelah putusan itu dibacakan," kata dia.
Baca: Ke KPK, Koalisi Tolak Swastanisasi Air Serahkan 25 Bukti Baru
Albert menuturkan, jika merujuk pada Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 huruf D tentang Jangka Waktu, maka proses minutasi hingga pengiriman berkas salinan putusan kepada pengadilan negeri pengaju untuk kasus yang menarik perhatian publik, maksimal harus dilaksanakan dalam 12 hari. Dengan kata lain, jika benar putusan PK dibacakan oleh MA pada 30 November 2018, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya sudah menerima salinan putusan itu pada 17 Desember 2019.
"Selanjutnya, berdasarkan pada Pasal 75 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang MA, Pengadilan Negeri Pengaju wajib menyerahkan salinan putusan kepada para pihak selambatnya 30 hari sejak salinan putusan diterima," ujar Albert.
Menurut Albert, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus menyerahkan salinan putusan kepada penggugat selambatnya pada Januari 2019. Namun hingga hari ini, kata dia, salinan tidak juga dikirimkan. "Sekalipun sudah lewat waktu selama enam bulan dari jangka waktu yang ditetapkan," ujarnya.
Koalisi lantas menilai MA tidak transparan dan akuntabel dalam perkara ini. Selain itu, Albert menilai MA turut melanggengkan masalah swastanisasi air di Jakarta.
Koalisi lantas mendesak MA Cq. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk segera menyerahkan salinan putusan PK soal swastanisasi air itu. Selanjutnya, menegakkan sanksi atas ketidakpatuhan untuk melaksanakan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 _jo_ Pasal 75 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang MA, kepada pihak yang seharusnya bertanggungjawab.