TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta, Rian Ernest, menduga ada transaksi uang dalam proses pemilihan Wagub DKI. Menurut Ernest, dirinya memperoleh informasi itu dari dua elit politik DKI.
"Artinya ini masih rumor tapi sudah harus menjadi perhatian kita semua," kata Ernest di kantor DPP PSI di Jakarta Pusat, Senin 15 Juli 2019.
Ernest tak membuka identitas dua elit politik DKI tersebut. Alasannya, keduanya memberikan kesempatan kepada PSI yang diisi orang muda untuk memberantas korupsi.
"Kalau kami yang bicara nanti kami repot dikeroyok, mendingan anak-anak muda yang penuh semangat deh PSI yang bertarung," ujar Ernest menirukan ucapan keduanya.
Dugaan politik uang yang disebut Ernest merujuk kepada penyelenggaraan rapat paripurna pemilihan Wakil Gubernur DKI. Seperti diketahui, rapat baru bisa dilaksanakan apabila anggota dewan yang hadir memenuhi syarat minimal alias kuorum.
Pemberi uang, lanjut Ernest, berperan akan memberikan jatah kepada anggota dewan yang datang rapat. Nilainya ratusan juta rupiah per kursi. "Untuk datang duduk itu ada uangnya," ucap dia.
Panitia khusus (pansus) pemilihan wagub DKI sebelumnya telah menyepakati bahwa syarat kuorum rapat paripurna adalah anggota 50 persen plus 1 (50+1). Kesepakatan ini untuk kemudian dimasukkan dalam draf tata tertib (tatib) pemilihan wagub.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) setuju dengan keputusan itu. Dua bakal calon wagub DKI seluruhnya adalah kader partai ini. Sementara Partai Gerindra tetap menginginkan syarat kuorum 3/4 dari total anggota dewan.
Pansus harus mendiskusikan lagi draf tatib ini dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab) dewan. Wakil Ketua Pansus Pemilihan Wagub DKI Bestari Barus menyebut, poin draf tatib dapat berubah saat dibahas di tingkat rapimgab ini.
Sebelumnya PKS dan Gerindra, sepakat mengusulkan dua nama calon Wagub DKI pengganti Sandiaga Uno. Meski begitu proses pemilihan terus molor karena berbagai hal seperti perubahan jumlah calon, uji kelayakan, dan kini tata tertib.