Dalam proses rekapitulasi, kata Farina, jumlah suara sah dan tidak sah melebihi pemilih yang datang ke TPS. Hal itu terjadi, kata dia, karena ada satu suara yang diberikan pemilih dimasukkan ke suara partai dan caleg.
"Jadi satu pemilih dihitung dua suara," ucapnya. "Ini yang akhirnya diperbaiki dengan disaksikan langsung oleh saksi partai, pengawas dan penyelenggara."
Menurut dia, jika ada kesalahan dalam proses perbaikan semestinya dari awal saksi partai, maupun pengawas menegur atau mengajukan keberatan secara langsung. Namun, dalam proses perbaikan data tersebut mereka semau disebutnya menyetujui dan membubuhkan tanda tangan.
Keterangan Farina dikuatkan Ketua PPK Cilincing Idi Amin. "Kalau ada kesalahan kan saksi partai politik ada saat dilakukan proses hitung dan menyaksikan proses itu (perbaikan data)," katanya.
10 anggota PPK Cilincing dan Koja, Jakarta Utara menjalani sidang dugaan tindak pidana Pemilu Legislatif 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu 17 Juli 2019. Tempo/Imam Hamdi
Ketua Majelis Hakim Didik Wuryanto turut mempertanyakan perubahan suara tersebut. Semestinya, kata dia, data jumlah suara formulir yang dipegang antara C1 dan DAA1 sama. "Kenapa bisa berbeda?" katanya.
Farina menjawabnya dengan menjelaskan data yang dipegang oleh Warsito bukan dari C1 Plano yang berasal dari kotak suara yang telah diperbaiki. Data yang dipegang pemohon, kata dia, masih data salinan yang belum diperbaiki di tingkat kecamatan. "Jadi berbeda. Sebab, ada perbaikan."
Dalam sidang hari ini, Jaksa menghadirkan 12 saksi dalam sidang perkara dengan terdakwa lima anggota PPK Cilincing dan sembilan saksi dengan terdakwa lima anggota PPK Koja.